Kamis, 19 Juli 2012

Melirik Kemasa Silam, Menatap Kemasa Depan

Sudah selesai pesta tahun barunya? Ya, tentu saja. Meski terompet masih berfungsi, Anda tidak lagi tertarik untuk meniupnya kencang-kencang dimalam hari. Meski kembang api masih tersisa, anda tidak akan membiarkan nyalanya menggantikan kerinduan anda atas kasur empuk dan bantal guling. Hari ini kita kembali kepada realitas yang jauh dari segala hingar bingar bunyi terompet dan gemerlap kembang api. Namun, hari ini kita layak merenungkan jika setelah perayaan besar-besaran itu masa depan anda menjadi lebih cerah dari sebelumnya atau tidak?    
 
Saya sedang mencari alamat didaerah yang agak asing ketika tiba-tiba saja sebuah mobil melesat kencang dari arah depan. Dalam hitungan sepersekian detik sejak saya melihatnya, tiba-tiba mobil itu menghantam kaca spion sebelah kanan saya dengan suara yang mengejutkan. Dan setelah bunyi keras itu, kaca spion kami tidak lagi berada ditempatnya. Saya menepi dan berhenti. Namun, mobil yang menabrak itu terus melaju dalam kecepatan tinggi. Sementara ditengah jalan, kaca spion mobil kami tergolek pasrah terpecah-pecah.
 
Saya tidak menyukai apa yang terjadi. Namun, tidak ada gunanya mengejar mobil yang kabur itu. Jadi, saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan; tanpa kaca spion. Sungguh, saya tidak pernah benar-benar menyadari betapa bernilainya keberadaan sebuah kaca spion sebelum kejadian itu. Tiba-tiba saja, saya menyadari betapa pentingnya benda kecil itu. Karena, meskipun ukurannya kecil, namun kaca spion membantu kita melihat ke belakang. Yaitu,  ke area yang tidak mungkin kita jangkau dengan memalingkan muka kearahnya. Bayangkan seandainya saat menyetir kita memutar leher dan melihat kearah belakang. Tentu sangat membahayakan keselamatan, bukan? Tetapi, dengan bantuan kaca spion yang kecil itu, kita bisa mengetahui situasi dibelakang tanpa harus mengarahkan wajah kita kesana.
 
Hey, sebentar dulu. Apakah saya berungkali menyebut kaca spion yang ’kecil’? Ah, ya. Faktanya memang ukuran kaca spion sangat kecil dibandingkan dengan kaca-kaca lain dalam mobil. Dengan fakta itu, tiba-tiba saja saya menemukan dua kesadaran. Pertama, secara fisik ukuran kaca spion memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kaca depan mobil kita. Dan kedua, kita tidak melepaskan pandangan kita kearah depan saat melirik kaca spion untuk mengetahui situasi dibelakang. Dan bagi saya, kedua fakta itu mengisyaratkan dua pelajaran yang sangat luar biasa.
 
Pelajaran pertama; ukuran kaca depan mobil yang lebih besar dari spion mengingatkan kita tentang ’porsi’. Artinya, kita memang harus memberi porsi yang lebih besar terhadap masa depan, bukan ke masa silam yang sudah kita tinggalkan. Kenyataannya, kita sering terjebak dengan masa silam. Sehingga, kita memberi porsi perhatian yang terlampau besar kepada masa silam daripada masa depan. Misalnya, saat menghadapi situasi sulit; kita sering merintih sambil membandingkan situasi ini dengan saat-saat indah dimasa lalu. Sehingga semakin mengingat masa silam, semakin sakit rasanya kesulitan yang tengah kita hadapi saat ini.
 
Bayangkan seandainya kita lebih banyak melihat kaca spion, dibandingkan dengan kaca depan mobil kita saat berkendara. Mungkin kita lebih sering mengalami kecelakaan daripada selamat sampai tujuan. Barangkali hidup kita juga demikian. Jika kita terlampau banyak mengurung diri dengan kesuksesan dan kegembiraan masa lalu, kita bisa lengah terhadap masa depan. Oleh karena itu, barangkali memang seharusnya kita lebih banyak melihat kedepan daripada bernostalgia dengan kenangan-kenangan masa silam. Jadi, kita tidak terjebak dalam jeratan kisah sentimetil masa silam yang membuat gerak langkah kita terhambat.
 
Pelajaran kedua; kita tidak melepaskan pandangan kearah depan saat melirik kaca spion. Mari ingat-ingat kembali saat kita berkendara. Kita tidak pernah melihat kaca spion terlampau lama. Bahkan sesungguhnya, kita tidak ’benar-benar’ melihat kaca spion itu. Kita hanya meliriknya beberapa detik saja. Dan saat kita meliriknya, kita tidak pernah melepaskan padangan kearah depan. Karena sungguh, mata kita berfokus kearah depan yang menjadi arah laju kendaraan.
 
Jangan-jangan, hidup kita juga demikian. Kita memang perlu sesekali menengok ke masa silam. Agar kita bisa menarik pelajaran dari pengalaman. Dan terlebih lagi bisa mensyukuri semua anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan. Namun, kita tidak boleh terjebak disana. Karena, roda kehidupan kita tidak berhenti dimasa lalu, melainkan terus melaju kini. Untuk menuju masa depan. Sungguh berbahaya jika kita membiarkan jiwa ini tertinggal di masa lalu. Terbelenggu oleh kenyaman yang telah lampau. Terjerat oleh kenikmatan hari kemarin. Dan terperangkap dalam bayang-bayang pencapaian dimasa silam.
 
Jika kita merasa perih kini, tidak berarti masa lalu kita jauh lebih baik. Jika kita merasa berat sekarang, tidak serta merta menandakan masa depan kita akan suram. Sebab, seperti tengah mengendari kendaraan; kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi didepan. Namun, selama berkendara itu; kita tidak sedikitpun berpaling dari masa depan. Bahkan, sekalipun kita sedang ingin tahu ada apa dibelakang. Karena, meski kita melirik kaca spion pun, kita tidak pernah melepaskan tatapan kita kearah depan. Sebab, ketika kita memandang kemasa depan; kita tidak lagi terpengaruh oleh apa yang kita tinggalkan. Disepanjang lintasan. Masa silam. Masa silam adalah energi untuk berterimakasih kepada Tuhan. Sedangkan masa depan adalah alasan mengapa kepada-Nya; kita menggantungkan harapan. 

Catatan Kaki:
Kita tidak akan pernah sampai kemasa depan, jika disepanjang perjalanan; mata kita selalu melihat masa silam.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar