Selasa, 31 Juli 2012

Memuliakan Bawahan


Coba perhatikan baik-baik, apakah ada yang aneh dengan judul artikel ini? Sekalipun tidak terlalu aneh, tetapi tidak lazim. Saya sendiri tidak pernah mendengar nasihat atau kuliah kepemimpinan yang membicarakan topik tentang memuliakan bawahan. Kata-kata itu meluncur begitu saja seolah ada tangan yang sengaja menjatuhkannya dari langit lalu secara akurat mendarat diatas kepala saya yang nyaris plontos. Tanpa ada yang menghalangi, dia merasuki otak saya lalu mencair dan mengalir melalui seluruh jaringan syaraf menuju ke sekujur tubuh saya. Seolah terkena sengatan setrum listrik, seluruh sel didalam setiap organ tubuh saya tertegun. Mengapa harus memuliakan bawahan?
 
Jika Anda bertemu orang yang jabatannya lebih tinggi; sangat mudah menghormati mereka. Tetapi, sungguh sangat sulit untuk menghormati bawahan. Jika Anda bertemu dengan pelanggan, maka Anda bersikap seramah mungkin kepada mereka, bukan? Anda melayani apapun yang diinginkannya dengan wajah penuh senyum dan semangat keikhlasan yang paling tinggi sampai pelanggan itu pulang. Setelah itu, Anda kembali ke ruang kerja dimana disepanjang koridor yang Anda lintasi ada banyak anak buah dilewati. Selama melintas itu sebagai atasan merasa memiliki derajat yang lebih tinggi karena memang kita ini adalah bos. Anda tidak demikian? Bagus sekali. Sekarang, tinggal bagaimana melakukannya secara konsisten. Dan untuk bisa konsisten, kita perlu terus melatih diri. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memuliakan bawahan, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:
 
1.      Tanpa mereka, kita bukan siapa-siapa. Coba ingat-ingat kembali suasana ketika beberapa orang yang Anda pimpin tidak masuk kantor karena sakit, atau cuti, atau alasan lainnya. Bagaimana Anda menangani tugas-tugas yang mereka tinggalkan? Apakah Anda bisa memperoleh data-data yang diperlukan secepat seperti bisanya? Apakah team Anda bisa menyelesaikan penugasan sama banyaknya? Apakah group Anda bisa meraih pencapaian yang sama tingginya? Apakah Anda bisa melayani pelanggan yang sama banyaknya? Setinggi apapun jabatan kita, tidak memiliki banyak makna tanpa kehadiran orang-orang yang kita pimpin yang selama ini menentukan keseluruhan kinerja yang kita raih. Itu membuktikan bahwa tanpa mereka, kita ini bukan siapa-siapa.
 
2.      Pelangganpun tidak lebih penting dari bawahan. Apakah pelanggan penting? Tidak diragukan lagi. Lantas, apakah bawahan kita sedemikian pentingnya? Oh, itu benar, meski belum disadari banyak atasan. Sekarang, bayangkan seandainya orang-orang yang kita pimpin tersakiti hatinya oleh perilaku kita. Dapatkah mereka melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya? Jika suatu saat Anda mendatangi suatu kantor, lalu orang di kantor itu memperlakukan Anda sebagai pelanggan dengan cara yang tidak patut; maka bisa dipastikan jika orang itu tidak diperlakukan dengan baik oleh atasannya. Sungguh, perilaku melayani pelanggan dengan buruk seperti itu pulalah yang akan diterapkan oleh anak buah kita jika sebagai atasan kita tidak memperlakukan mereka dengan baik. Jadi meskipun pelanggan itu penting, mereka tidak lebih penting dari bawahan untuk kita muliakan dengan sama baiknya.
 
3.      Merekalah yang paling berjasa pada karir kita. Selama bekerja, saya mengalami kenaikan jabatan yang relatif cepat. Selama itu pula saya menganggap bahwa saya ini orang yang hebat. Terbukti dengan tangga karir saya yang terus melesat. Padahal, tidak ada satupun pencapaian karir yang benar-benar kita raih sendiri. Jika jabatan Anda naik lagi, itu tentu karena prestasi kepemimpinan Anda pada posisi sebelumnya. Tetapi coba perhatikan sekali lagi, bagaimana Anda bisa meraih semua pencapaian itu? Bukankah semua terjadi karena kerja keras orang-orang yang Anda pimpin? Jadi jika ada orang yang paling berjasa dalam memajukan karir Anda, maka para bawahan Anda adalah orangnya.
 
4.      Sumber kerendahan hati yang tinggi. Jika kita santun kepada orang yang lebih tinggi, maka itu sama sekali bukanlah ciri kerendahan hati. Itu bisa dengan mudah dilakukan baik dengan sukarela ataupun terpaksa. Tetapi, santun kepada orang-orang yang lebih rendah merupakan tantangan kelas tinggi.  Kenapa gue mesti sopan pada anak buah? Untuk sekedar sopan saja rasanya kok tidak logis, ya? Apalagi untuk melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Maka menjelmalah hidup kita menjadi ironi bagi ilmu padi; semakin berisi, semakin merunduk. Kita? Semakin berisi, semakin tinggi hati. Entah mengapa. Yang jelas, begitu kita naik jabatan, rasanya derajat kita memang sudah lebih tinggi dari mereka. Lalu kita dibisiki oleh kata hati dan perilaku yang merendahkan. Padahal, rendah hati kepada mereka menunjukkan budi pekerti yang tinggi.
 
5.      Bukan ‘melayani atau dilayani’, tapi ‘saling melayani’. Kepemimpinan egaliter dicirikan oleh adanya kesamaan derajat dan harkat martabat antara atasan dengan bawahannya. Banyak pemimpin yang lupa melayani, karena memposisikan dirinya untuk terus dilayani. Meski sudah menjadi tugas bawahan untuk melayani atasannya, tetapi atasannya juga berkewajiban untuk melayani kebutuhan dan hak-hak para bawahan. Kita sering merasa sudah menjadi pemimpin yang baik. Padahal tak seorang pun bisa menjadi pemimpin yang baik seperti klaim pribadinya jika tidak mau melayani bawahannya. Apakah Anda pernah mendengar sekelompok bawahan yang mengajukan mosi tidak percaya kepada atasannya? Atau sekedar tidak menaruh rasa hormat? Itu adalah indikasi bahwa kemuliaan seorang atasan sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk memuliakan bawahannya. Mengapa? Karena atasan dan bawahan ada untuk saling melayani.
 
Jika hari ini Anda masuk kantor dan bertemu dengan bawahan Anda, maka cobalah ubah cara pandang Anda pada mereka. Mulai sekarang, posisikan diri Anda setara dengan mereka, dan mulailah untuk lebih banyak melayani mereka. Selama ini, mereka sudah banyak melayani Anda. Saatnya Anda untuk membalas semua pelayanan mereka dengan kemuliaan yang Anda bangun untuk mereka. Percayalah, orang-orang yang Anda pimpin itu akan secara refleks dan sigap membalas perlakuan agung Anda kepada mereka dengan pelayanan dan kesetiaan yang jauh lebih tinggi dari mereka. Dan Anda, akan menjadi pemimpin yang bukan sekedar ditakuti, dipatuhi atau diikuti. Anda, akan menjadi pemimpin yang mereka rindukan dan cintai.  
 
Catatan Kaki:
Jika para bawahan berdoa untuk para atasannya, maka pasti isi doanya sangat ditentukan oleh perlakuan atasannya kepada mereka.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar