Senin, 30 Juli 2012

Mengapa Seseorang Layak Disebut Leader?

Catatan Kepala: ”Jika orang yang disebut sebagai leader itu hanya menempatkan bawahannya pada posisi sebagai pelaksana pekerjaan rutin, maka orang itu belum berhasil menjadi ’leader’.”
 
Judul artikel ini tidak dituangkan untuk menggugat atasan yang dinilai kurang kompeten. Saya menggunakannya untuk mengajak Anda untuk melihat kedalam, apakah didalam diri kita memang sudah ada tanda-tanda jika kita ini memiliki kualitas pribadi yang memadai? Kualitas yang memadai untuk apa? Untuk menjadikan diri kita layak disebut sebagai seorang leader. Mengapa? Karena kita sering terlalu sibut mengejar titel jabatan, bukan mengejar kompetensi. Setelah mendapatkan jabatan itu pun kita sering terlampau sibuk untuk menjaga ‘citra’ sebagai pemimpin yang disegani atau dipatuhi. Dan sering lupa, bahwa nilai diri kita sebagai pemimpin hanya terletak kepada apa yang bisa kita lakukan saat menjalankan fungsi kepemimpinan itu. Bukan pada titel mentereng kita. Jadi, mengapa seseorang layak disebut pemimpin?
 
Beberapa waktu lalu, saya menyaksikan sebuah forum yang dihadiri oleh para pemipin. Ditengah hujan kritik atas nihilnya dampak kepemimpinan organisasi, ada sebuah kalimat terlontar:”Kalaupun para pemimpinnya diganti, apakah kebijakan dan pola kerja akan berubah hingga keadaan menjadi lebih baik?” Pertanyaan itu keras. Provokatif. Dan berpotensi menyinggung harga diri banyak pemimpin yang hadir. Namun, tak seorang pun yang berani atau bersedia menjawabnya. Bisakah Anda memberikan jawaban akurat? Faktanya, banyak sekali proses pergantian kepemimpinan yang tidak menghasilkan perubahan apapun selain ‘nama pemimpinnya’. Sedangkan hal-hal lainnya, berjalan seperti sebelumnya saja. Fakta ini menunjukkan betapa banyaknya ‘leader’ yang tidak memiliki kualitas kepemimpinan yang sesungguhnya. Memangnya apa saja sih kualitas kepemimpinan itu? Banyak teori. Dan banyak kriteria. Anda tidak akan kekurang jenis-jenisnya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya merenungkan apakah kita layak disebut sebagai leader, saya ajak memulainya dengan memahami 5 kualitas kepemimpinan dari sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
 
1.      Menjadi yang terdepan, bukan sedekar mengikuti petunjuk dari orang lain. Ada sebuah istilah yang sejak lama kita kenal, yaitu; ‘pemimpin boneka’. Kelihatannya saja orang itu yang memimpin, namun sebenarnya dia dikendalikan oleh orang lain. Keliru, jika kita menganggap bahwa istilah itu hanya cocok digunakan pada masa penjajahan, atau ketika suatu negara adi daya mengintervensi negara lain secara politik. Pemimpin boneka juga banyak bertebaran di perusahaan-perusahaan. Hanya saja, ‘kebonekaannya’ terjadi secara sukarela. Lho, kok bisa? Bisa. Caranya; ya sudah, ikuti aja petujunjuk dari boss besar atau atasan yang lebih tinggi. Tinggal di ‘cascade’ kepada bawahan kita. Selesai. Ini lho, jenis pemimpin boneka dalam konteks kita. ‘WOOOOOOY! GUA TERSINGGUNG DISEBUT BONEKA!” Alhamdulillah, bagus kalau begitu. Sehingga mulai sekarang, kita bisa memposisikan diri di garis terdepan perjuangan bersama anggota team yang kita pimpin.
 
2.      Menjadi innovator, bukan sekedar melestarikan apa yang sudah ada. Banyak pemimpin yang harus mengambil alih suatu posisi yang ditinggalkan oleh pemimpin hebat sebelumnya. Sebagai pemimpin hebat, tentu pendahulunya sudah mewariskan banyak hal hebat juga dalam team itu. Namun ketika beliau pergi, maka penggantinya sering terpukau oleh kehebatan pendahulunya. Semuanya sudah ‘tepat’ pada tempat dan proporsinya, begitu system nilai yang kemudian berlaku. Maka tak heran, jika setelah berkali-kali terjadi pergantian kepemimpinan pun tidak ada perubahan yang signifikan di organisasi itu. Benarkah hal itu karena pemimpin terdahulu sudah menjadikan organisasisi itu sedemikian hebatnya? Bukan. Itu karena pemimpin-pemimpin yang menggantikannya kemudian menempatkan dirinya sebagai sekedar pelestari apa yang sudah ada selama ini. What about you?
 
3.      Melahirkan gagasan-gagasan baru, bukan sekedar pelaku kebiasaan lama.  Agak aneh juga ya jika ada pemimpin yang dalam karir kepemimpinannya tidak bisa melahirkan gagasan-gagasan baru. Kemane aje wooooooy….? Jelas sekali jika itu mengindikasikan 2 kemungkinan. Sang pemimpin tidak menjalankan tugasnya, atau hanya menjadi pelaku dari kebiasaan lama. Menarik juga ketika ada orang yang jujur mengakui bahwa sebagai pemimpin beliau bukan tipe pemikir. “Sulit untuk melahirkan gagasan baru bagi orang yang bukan pemikir,” katanya. Sahabatku, gagasan baru itu tidak harus besar. Tidak harus dipikir rumit. Sering bahkan dihasilkan dari sebuah pertanyaan sederhana seperti ini;”Kalau kita melakukannya dengan cara begini, hasilnya bagaimana ya?” So, start from there, wherever you are.
 
4.      Mencari terobosan, bukan sekedar terkungkung penjara rutinitas belaka.  Bisa dipastikan jika setiap kemandekan yang dialami oleh suatu organisasi terjadi karena orang-orang didalam organisasi itu tidak menemukan ‘jalan keluar’ dari pekerjaan rutin yang dilakukan begitu-begitu saja sepanjang waktu. Padahal, kita tahu bahwa apa yang sesuai saat ini, mungkin sudah obsolete 5 atau 10 tahun lagi. Kita memahami itu sambil tetap kukuh berpegang pada praktek dan cara-cara yang sudah kita gunakan sejak 5 atau 10 tahun yang lalu. Maka itu artinya hari ini, kita sudah mulai memasuki lorong-lorong dead-end menuju kebuntuan. Orang-orang hanya akan bisa membebaskan diri dari penjara rutinitas itu, jika mampu mencari terobosan. Siapakah penaggungjawab ‘orang-orang itu’ itu? Karena kita leadernya, ya kitalah penanggungjawabnya. So, tugas mencari terobosan itu ada pada pundak kita yang telah terlanjur berani menyodorkan diri untuk menjadi pemimpin mereka.
 
5.      Selalu bertanya; ‘Setelah ini, apa lagi ya?’.  Tidak pernah ada kata selesai bagi orang-orang yang senantiasa membiarkan otaknya terjaga. Bangun. Melek. Dan terus berputar. Karena orang-orang seperti itu tidak pernah berhenti meski ‘baru saja’ menyelesaikan sebuah tugas yang sangat besar. Bahkan, dalam tidur pun mereka bermimpi tentang sesuatu yang mungkin bisa dilakukannya lebih baik bagi dirinya sendiri. Bagi orang lain. Bagi organisasi yang dipimpinnya. Bagi dunia. Karena mereka percaya, bahwa seperti halnya Tuhan yang tidak pernah berhenti berkarya; Tuhan suka sekali pada hambanya yang terus menerus mengeksplorasi diri melalui pertanyaan; “setelah ini, apa lagi?” Dari pertanyaan sederhana itulah inovasi lahir. Pemikiran baru muncul. Gagasan brilian berlompatan. So, keep asking; “Setelah ini, apa lagi?”
 
Perusahaan membutuhkan leaders yang memiliki ke-5 kualitas diatas. Karena tantangan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan semakin hari semakin besar. Bisa berupa tantangan yang datang dari luar atau kompetitor yang terus menerus menggerus pangsa pasar. Bisa juga yang datang dari internal perusahaan sendiri berupa visi dan misi serta target-target pertumbuhan yang semakin menantang. Tanpa ke-5 kualitas itu? Seseorang hanya akan menjadi semakin frustrasi, dan akhirnya tanpa daya menyerah kepada keadaan. Sebaliknya, mereka yang memiliki ke-5 kualitas itu selalu menjadi leader yang bisa diandalkan untuk membawa team yang dipimpinnya menuju pencapaian tinggi. Jika sekarang Anda berencana untuk pergi ke toilet, siapkan pertanyaan ini; mengapa Anda layak disebut leader? Kepada siapa pertanyaan itu diajukan? Kepada dinding toilet yang dilapisi cermin.
 
Catatan Kaki:
Masa depan perusahaan ditentukan oleh kualitas kepemimpinan orang-orang yang mengendalikannya. Dan kita, adalah ’orang-orang’ itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar