Selasa, 31 Juli 2012

Menyambut Kedatangan Si Kembar

Saya tidak tahu apa yang dirasakan oleh orang tua yang mempunyai anak kembar. Tapi setiap kali melihat anak kembar, saya selalu tekagum-kagum. Ada ‘nilai lebih’ pada segala sesuatu yang kembar. Makanya si kembar selalu mampu menarik perhatian. Pada 17 Agustus 2011 kita kedatangan si kembar. Satunya adalah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, dan satu lagi adalah peringatan turunnya kitab suci Al-Qur’an yang bertepatan dengan 17 Ramadhan 1432H. Jika bukan pemeluk Islam, mungkin Anda tidak merasa berkepentingan. Tetapi, mengapa tidak kita gunakan momentum ini untuk sama-sama menilai kembali pemahaman kita terhadap kitab suci masing-masing?
 
Saya bertanya kepada teman-teman di facebook; apa hikmah kembaran hari kemerdekaan dengan hari turunnya Al-Quran? Teman saya menjawab begini; kalau ingin merdeka, maka bacalah kitab sucimu. Sungguh, hal itu merupakan sebuah jawaban yang memiliki begitu banyak makna. Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar menemukan makna apa saja yang bisa kita dapatkan dari fenomena kembaran itu, saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intellligence berikut ini:
 
1.      Bacalah kitab sucimu. Sudah bukan rahasia lagi jika kitab suci dirumah-rumah sering menjadi mahluk yang kesepian. Karena jarang disentuh oleh pemiliknya, kitab suci juga menderita penyakit jablay. The Book of Eli adalah sebuah film futuristik yang menceritakan tentang zaman dimana manusia kehilangan pegangan. Perang nuklir menyebabkan segala sesuatu di muka bumi musnah kecuali sedikit orang yang sempat bersembunyi di bunker perlindungan. Setelah itu, manusia harus berjuang untuk mengumpulkan sisa-sisa peradaban. Hampir semua faktor penting berhasil ditemukan. Namun ada satu buku yang masih hilang. Buku apakah itu? Holy book alias kitab suci. Tanpa kitab suci, ternyata manusia tidak bisa merekonstruksi kehidupannya. Mengapa? Karena hanya kitab suci yang bisa membimbing kita menuju peradaban yang sebenarnya. Film itu mengingatkan kita; jangan menunggu bumi hancur dulu baru mau membaca kitab suci. Bacalah sekarang, karena hanya kitab suci yang bisa menjadikan hidupmu bermakna. Maka, bacalah kitab sucimu.
 
2.      Berdayakanlah dirimu. Apalah artinya kemerdekaan jika kita masih terbelenggu dalam ketidakberdayaan. Jika segala sesuatunya masih bergantung kepada orang lain, kita belum benar-benar merdeka. Lho, bukankah sebagai mahluk sosial kita ini saling membutuhkan? Iya, tapi derajatnya setara. Kita membutuhkan orang lain, dan orang lain membutuhkan kita juga. Artinya, ada sesuatu yang bisa kita lakukan sehingga bisa memberi nilai tambah bagi kehidupan orang lain. Jangan pernah mau menjadi benalu yang hanya bisa menerima tetapi tidak bisa memberi. Mengapa? Karena ketika kita tidak bisa memberi, maka itu berarti kita menyerahkan nasib kepada orang lain. Ketika orang lain menilai tidak ada lagi gunanya kita, maka pasti kita akan dicampakkan juga. Orang lain hanya akan mau menerima kita, jika dan hanya jika kita cukup berharga. Jadi, berdayakanlah dirimu. Karena harga diri kita, ditentukan oleh daya diri kita.
3.      Berikanlah kontribusimu. Salah satu ciri manusia merdeka adalah; bersedia melakukan sesuatu bagi orang lain tanpa takut akan menjadi miskin. Saat saya mencanangkan program 2 JAM SEIKLASNYA™ Since 17 August 2011, ada angin sepoi berkata;”Seperti pembicara murahan.” Kan hanya ’seperti’, bukan murahan beneran. Itulah respon saya. Profesi saya adalah penulis dan pembicara publik. Untuk ikut berkontribusi, saya baru bisa menggunakan lidah dan jari jemari. Belum bisa dengan uang atau pengaruh, apalagi kekuasaan. Kalau biasanya saya pasang tarip untuk bicara 2 jam, sekarang saya tidak mau begitu lagi. Harapannya, perusahaan atau lembaga yang ingin ‘nanggap’ saya tidak lagi terjajah oleh tarip yang belum tentu cocok dengan budget mereka. Sejak dulu pun saya bertekad untuk melakukan itu, tapi  ‘nanti’ kalau saya sudah kaya. Sekarang saya belum kaya, tapi sudah merdeka. Maka saya mempercepat keputusan untuk tidak menetapkan tarip bukan ‘nanti’, tapi sejak hari kemerdekaan ini. Saya menyediakan diri untuk berkontribusi. Sekarang, apa yang akan Anda kontribusikan bagi bangsa ini?  Devisa, hasil karya, lapangan kerja, pemikiran, gagasan, atau apa saja. Rakyat berterimakasih kepada Anda.
 
4.      Hargailah pendahulumu. Ini bukan soal senioritas. Tetapi soal fakta bahwa kemerdekaan ini tidak didapatkan dengan penjuangan kita. Sudah kesiangan untuk menjadi pahlawan. Lagipula, kita tidak bisa melepaskan diri dari masa lalu yang sudah susah payah dibangun oleh para pendahulu kita. Salah satu hal yang telah secara gamblang kita sepelekan adalah bagaimana para founding fathers kita meletakkan dasar-dasar kenegaraan. Bahkan kita masih sering mentertawakan Dasar Negara Pancasila. Kritik kita begitu pedasnya. Padahal kita pun belum tentu sanggup merancang pengganti yang sepadan apalagi lebih baik darinya. Sudah cukup mengobrak-abrik fondasi bangsa kita. Kalau mau berdebat, tidak perlu menjadikan Pancasila sebagai sasaran. Fokuslah kepada apa yang benar-benar bisa kita lakukan untuk bangsa ini. Berhentilah menggugat para pendahulu kita. Perjuangan mereka, sudah nyata hasilnya. Sekarang, giliran kita untuk meneruskan. Jika ada yang harus diperbaiki dari kiprah mereka, lakukan saja tanpa harus mencederai nama baik dan jasa-jasanya.
 
5.      Merdekakanlah dirimu dari sifat penjarah. Kita sudah lama tidak lagi berhadapan dengan penjajah. Sebagai gantinya, kita dipusingkan oleh para penjarah. Ironisnya, sang penjarah bisa jadi sebelumnya adalah orang yang paling lantang suaranya ketika berdiri diatas mimbar orasi demokrasi. Benar, kita memang punya sifat menghujat orang lain. Tetapi, begitu mencicipi nikmatnya keju yang dipercayakan untuk kita jaga, kita tergoda oleh aromanya yang menggiurkan. Setelah menduduki kursi empuk, janganlah sampai ikut-ikutan menjadi tikus yang sama rakusnya dengan tikus-tikus yang sebelumnya kita berangus. Hati-hati dengan tikus, karena wajahnya mirip kelelawar. Hati-hati dengan kelelawar, karena dia dia temannya vampire. Hati-hati dengan vampire karena gigitannya menyebabkan virus para tikus menular. Nah. Kalau sudah tertulas virus tikus itu, biasanya kita berubah dari pejuang demokrasi menjadi tikus yang lebih rakus lagi. Maka masa penjajahan yang sudah lewat, digantikan oleh masa penjarahan yang sulit dihentikan. Jadi, merdekakanlah dirimu dari sifat penjarah.
 
Merdeka! Itu tidak berarti hidup tanpa aturan hingga boleh melakukan apa saja sesuka hati kita. Merdeka! Itu adalah isyarat untuk secara leluasa mengekspresikan nilai tertinggi kita sebagai manusia. Peringatan hari kemerdekaan kita tahun ini diiringi oleh peringatan turunnya kitab suci. Bukankah ini isyarat dari langit agar kita bisa mau kembali membaca kitab suci? Jika mau menjadi pemimpin Negara yang baik, bacalah kitab suci. Jika ingin menjadi warga Negara yang baik, bacalah kitab suci.
  
Catatan Kaki:
Kemerdekaan paling tinggi adalah ketika kita tidak lagi membiarkan diri sendiri dijajah oleh hawa nafsu untuk melakukan tindakan yang tidak disukai oleh Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar