Minggu, 22 Juli 2012

Natin Melayani Orang Lain

Tidak semua orang diizinkan ke pantry.
Ini beneran. Ada orang-orang yang boleh pergi ke pantry. Dan ada juga orang yang tidak boleh. Keputusan itu sudah tidak bisa diganggu gugat lagi. Wajib dijalankan dan dipatuhi oleh orang-orang di kubikal.
 
Biasa. Kalau terjadi gejolak atau penolakan.
Khususnya untuk keputusan yang membeda-bedakan. Orang yang kadang-kadang menyebutnya sebagai diskriminasi. Malah ada yang membawa-bawa isyu SARA segala. Makanya, hampir dianggap lumrah kalau di banyak tempat terjadi protes dan demo.
 
Di kubikal tidak begitu.
Khususnya terhadap keputusan bahwa tidak semua orang boleh ke pantry. Semua orang menerima keputusan itu dengan bulat. Tanpa protes sama sekali.
 
Orang juga sering keliru mengira bahwa kalau pegawai ’nggak protes’ itu artinya nunut seperti kerbau dicocok hidungnya. Nggak ada pilihan lain. Pasrah aja. Soalnya karyawan berada pada posisi yang paling lemah. Selalu begitu.
 
Di kubikal tidak begitu.
Keputusan itu justru dibuat oleh mereka sendiri. Yang menyepakati bahwa tidak semua orang boleh ke pantry setiap hari, ya mereka sendiri.
 
Komite perwakilan kubikal sudah mengidentifikasi. Apa saja sih yang diperlukan oleh orang-orang dari pantry? Air putih, jelas. Kopi, oke. Teh, boleh. Susyu, tentu. Tissyu, tak masalah. Semua sudah di buatkan listnya. Daftar kebutuhan orang dari pantry itulah yang dibawa dalam rapat kubikal kemarin. Keputusannya; setiap hari Selasa dan Kamis; tidak semua orang boleh ke pantry.
 
Lha semua kebutuhan itu? Gimana?
Nggak usah khawatir. Karena semua orang kubikal telah berkomitmen untuk menjalankan menu terbaru dari Natin. Seperti biasa. Menu yang aneh. Tapi layak untuk diikuti. Bunyinya:”MELAYANI ORANG LAIN.”
 
Semua orang di kubikal dibagi dua. Kelompok pertama menyebut diri mereka sebagai team ’Penyayang’. Sedangkan kelompok ke dua menamakan diri mereka sendiri sebagai team ’Pengasih’. Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih. Maha Penyayang. Mereka bertekad untuk belajar saling mengasihi. Dan saling menyayangi. Mulai hari ini.
 
Group ’Penyayang’ bertugas pada hari selasa. Untuk melayani semua keperluan kelopok ’Pengasih’ yang behubungan dengan urusan pantry. Sedangkan team ’Pengasih’ bertugas setiap hari Kamis untuk melayani team ’Penyayang’.
 
Jadi, satu hari dalam satu minggu. Setiap orang punya kesempatan untuk menjadi raja dan ratu di kubikal. Nggak perlu mengurusi apapun yang berkaitan dengan pantry. Karena temannya dari kelompok lain yang akan menjadi pelayan bagi mereka.
 
Apapun yang mereka inginkan. Tinggal teriak saja. ”Kopi!”
Maka seseorang akan segera berlari untuk mengambilkannya kopi. Persis seperti yang dia inginkan. Nggak perlu membayar 4 dollar loh untuk secangkir kopi nikmat.
 
Malah kopi dari pantry itu terasa lebih nikmat lagi kini. Tahu kenapa?
Karena kopi itu disajikan oleh seseorang yang tidak menginginkan uang kita. Kopi itu disajikan oleh seseorang yang mengasihi kita. Atau seseorang yang menyayangi kita.
 
”Gue nggak minum kopi. Teh manis aja,” seseorang juga boleh berteriak begitu.
Lalu seseorang yang lainnya segera bangkit dari kursi di kubikal. Pergi menuju ke pantry. Kemudian datang lagi dengan secangkir teh yang dipesan oleh seseorang yang dikasihinya. Atau yang diminta oleh seseorang yang disayanginya.
 
Oooh.... lezaaaatnya......
Seperti jadi raja dan ratu beneran.
Minimal. Seperti sedang berada di restoran yang dilayani oleh waitress paling ramah sedunia.
 
Di hari pertama. Agak terasa janggal memang.
Rasanya gimanaaa gitu ya. Secara semua orang dikubikal kan termasuk orang yang relatif mapanlah. Di rumahnya masing-masing ada pembantu. Semuanya serba dilayani oleh orang lain. Eh. Sekarang malah harus melayani orang lain.
 
Tapi setelah dicoba. Ternyata asyik juga loh. Fun, lagi.
Cuma ada 1 orang yang kelihatannya kurang senang. Nggak apa-apalah. Kalau cuman satu orang. Bukan nggak apa-apa maksudnya menihilkan keberadaan orang itu. Tapi. Kan kita nggak bisa maksa orang lain. Kalau sudah menjadi konsensus bersama, ya orang itu yang harus belajar menyesuaikan diri.
 
Tapi tetap jadi pertanyaan juga sih. Soalnya yang kelihatan kurang senang itu justru pentolan kubikal juga. Seseorang yang selama ini selau proaktif. Dan bersikap positif. Terhadap inisiatif. Maupun gagasan inovatif. Yang datang dari orang-orang kubikal.
 
Sekris. Si cewek modis itu.
Wajah buletnya nggak bisa menyembunyikan perasaan itu. Kelihatannya dia kurang nyaman dengan gagasan itu. Dia masuk kedalam kelompok ’Pengasih’. Jadi. Hari selasa itu dia kebagian menjadi ratu. Tapi kayaknya dia nggak suka tuch.
 
”Elo nggak suka ya Kris...” Fiancy deh yang kena tugas buat bujukin dia. ”Ini kan untuk kepentingan bersama juga Kris... Seminggu cuman sekali pula...” katanya.
 
”Bukan itu masalahnya Fi....” tukas Sekris.
”Emh?!” Fiancy menarik tubuhnya ke belakang. Jawaban Sekris agak diluar dugaan. ”Jadi....?” wajahnya kembali condong ke depan.
 
”Gue....” kata Sekris. Ada keraguan di wajahnya.
”Kris....” Fiancy meyakinkan Sekris jika dia boleh berkata apa aja. Aman. Nggak bakal dibocorin kepada siapapun jika dia menginginkannya demikian.
 
”Gue punya kebiasaan aneh, Fi....” katanya.
Fiancy makin mendekat. Sadar jika temannya menginginkan pembicaraan yang tidak didengar oleh yang lain.
 
”Gue suka kepengen....” Sekris berhenti.
Fiancy menatapnya. Tapi tidak ada tambahan kata-kata yang diucapkannya.
”Kepengen apa-an Kris?” akhirnya Fiancy menanyakannya langsung. Percuma. Ditunggu lama juga nggak ada jawaban.
 
Sekris malah kelihatan gelisah dengan duduknya.
”Gue pengen.....” terhenti lagi.
 
”Pipis....?” Tak sabar. Fiancy asal nebak saja.
”Yeeee...., bukan itu kaleee,” protes Sekris. ”Ngapain gue pake ngomong-ngomong segala kalau cuman pengen pipis doang mah...”
 
”Ya elo nggak jelas gitu sih....” balas Fiancy.
”Iya deeeeh... iya,” manja Sekris. ” Emh... anu Fi. Gue.... sering bolak balik ke pantry untuk.....” yah. Brenti lagih.
 
”Percuma deh Kris. Elo nyiksa gue tau nggak sih.” Fiancy mulai sewot. ”Please deh, Kris!”
 
”I-iya, iya Fi. Iya.” gantian Sekris yang merasa bersalah. ”Gue punya sindrom cuci tangan Fi....” katanya. Mata belonya seolah hendak bersembunyi dibalik pipi tembemnya.
 
”Oh, Kris... gue pikir elo kenapa-napa. Kalau cuman itu doang, elo nggak usah malu lageee ...” Fiancy memeluk sahabatnya.
 
”Bukan begitu Fi....” balas Sekris. ”Sekarang gue nggak boleh masuk ke pantry. Itu siksaan berat buat gue........”
 
Nggak banyak orang yang tahu jika didunia ini ada orang yang punya sindrom seperti Sekris. Dia sering sekali mencuci tangan. Padahal. Tangannya bersih. Orang lain mungkin mengira itu lucu. Padahal nggak. Sama sekali nggak lucu.
Orang yang mengalaminya sendiri kepengennya tidak begitu. Tapi dorongan dari dalam dirinya selalu memaksa dia untuk melakukan hal itu. Lagi. Dan lagi.
 
”Kris. Elo tinggal bilang aja.” Fiancy berusaha menenangkannya. ”Gue bawain baskom kesini biar elo bisa cuci tangan.” katanya.
 
”Ini beda Fi. Cuci tangan itu nggak sama seperti minum teh taukkk....” bantah Sekris.
 
Bener juga. Semangat melayani ternyata tidak selamanya harus membabi buta. Nggak kena.
 
”Begini aja,” kata Fiancy ketika sebuah ide cemerlang melintas di kepalanya. ”Gue bakal ngomong sama orang-orang kalau buat elo. Khusus buat elo. Aturan nggak berlaku. Semacam pengecualian gitu loh...” Fiancy bahagia sekali bisa memberi solusi terbaik.
 
”Aduh Fiiiiii, gimana sih lo!” Mata belo Sekris melompat dari persembunyiannya. ”Itu sama aja elo ngasih tahu orang-orang kalau gue ini sakkkit!” pekiknya dengan tertahan.
 
O-ow.
Salah lagi. ”Tapi.... Buat gue... elo nggak sakit Kris....” katanya.
 
”Gue sakit, Fi. Namanya penyakitnya OCD. OOOO – CEEEE – DE!” Sekris seperti tengah menumpahkan kekesalannya.
 
”Oke Kris. Oke. Gue ngerti sekarang.” Fiancy jadi kalang kabut. ”Gimana kalau...” kalimatnya berhenti sampai disitu. Lalu Dia melihat ke kiri dan kanan.
 
Seolah tidak yakin kata-katanya tetap rahasia. Fiancy mendekatkan bibirnya ke telinga Sekris. Lalu dia membisikkan sesuatu.
 
Wajah Sekris perlahan mengendur. Lalu muncul seulas senyum. Kemudian mengangguk-angguk. Setelah itu mereka saling memeluk.
 
Tampaknya mereka telah menemukan solusi yang hanya mereka sendiri yang tahu. Keduanya tertawa sumeringah. Sayangnya keceriaan mereka malah menimbulkan muka cemberut orang-orang dikubikal. Yang sedari tadi pada menguping. Mereka agak kesal. Karena nggak bisa dengar apa solusi atas masalah yang dihadapi oleh Sekris.
 
”E-e-eeeh.. semua kembali kerja lagi...” Teriak Fiancy. ”Semua sudah beres.” tambahnya.
 
”Kopi! Hitam pekat. Nggak pake gula!” seseorang berteriak diujung kubikal. Seseorang yang lainnya bangkit lalu pergi ke pantry.
 
”KOPI SATU YA. Pakai krimer sedikit aja. Gulanya setengah sendok.” suara yang ini datang dari pojok ruangan. Tidak perlu menoleh siapa yang teriak. Dari suaranya orang tahu jika itu Pak Mergy.
 
Semua orang mendengarkan teriakan Pak Mergy. Tapi nggak ada seorang pun yang berdiri. Oh..., Pak Mergy belum punya buddy.
 
Untungnya beliau segera menyadari hal itu. Wajahnya tiba-tiba mengkerut. Sambil mengangkat bahu, Pak Mergy melirik ke langit-langit. Lalu berjalan menuju ke pantry sendiri. ”Nggak ada orang yang mau melayani saya......” katanya.
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
 
Mereka lalu berlari mengejar Pak Mergy. Lantas menemani beliau menuju ke pantry.
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari betapa indahnya ketika kita memiliki seseorang yang peduli. Yang mau melayani kita. Ketika menjalani hari-hari. Seseorang yang bersedia mendengar. Dan memberikan apa yang kita butuhkan. Seseorang yang dengan tulus berani menyebut diri mereka sebagai ‘Pengasih’ bagi teman-temannya. Seseorang yang iklas memposisikan diri mereka sebagai ‘Penyayang’ bagi kolega-koleganya. Mereka. Seperti menegaskan kehadiran Tuhan. Yang Maha Pengasih. Dan Maha Penyayang. Bisakah kita menjadi teman yang seperti itu? Mari. Kita belajar melayani orang lain.
 
Catatan Kaki:
Bahkan para Nabi suci pun mendedikasikan seluruh hidup mereka untuk melayani orang lain.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar