Minggu, 22 Juli 2012

Natin Meluruskan Niat Dalam Bekerja

Menakjubkan.
Semua orang di kubikal sudah menunjukkan semangat untuk belajar. Semangat yang terlihat seperti ketika mereka baru masuk ke sekolah. Serba antusias. Sekarang, mereka siap untuk belajar lagi.
 
Hihi, seperti anak sekolahan aja.
Apa nggak salah ya? Ini kan kantor. Bukan taman kanak-kanak...he....
Para ladies yang paling modis. Dengan gayanya yang glamor mereka menunjukkan bahwa belajar itu memang menyenangkan. Nggak peduli di rumah mereka sudah punya 1 atau 2 anak. Mulai hari ini, di mereka jadikan kantor tempat untuk belajar.
 
Long life education.
Nggak ada istilah berhenti belajar.
Makanya, orang-orang yang berhenti belajar seringkali karirnya juga berhenti berkembang. Sementara mereka yang terus belajar, karirnya juga terus menanjak naik. Meski tidak selalu berarti jabatan yang naik. Tapi keterampilan mereka. Minimal semangat kerja mereka selalu up to date.
 
Tidak di semua pojok kubikal ada keceriaan.
Di bagian lain ada mendung yang menggelayut.
Opri, Aiti, Fiancy, dan Sekris sedang mengerumuni seorang working lady. Untuk menjaga nama baiknya, namanya dirahasiakan saja. Biar gampangnya sebut saja ’Mrs X’.
Ada beberapa tetes air mata yang menitik di pipinya.
 
Jelas sekali sedang terjadi sesuatu dengan Mrs X. Galau.
Para ladies membujuknya untuk menjelaskan apa yang menyebabkan kegalauan itu. Siapa tahu mereka bisa membantu meringankan bebannya. Setelah berkali-kali dibujuk, akhirnya Mrs X bersedia untuk mengungkapkan sumber galau dihatinya.
 
Biasanya, masalah working ladies yang sudah dewasa kan cuman di seputar itu-itu saja. Resah karena masalah keuangan. Atau, galau karena suaminya sudah jarang memuji lagi. Atau..., gelisah karena bentuk tubuhnya sudah nggak seindah dulu lagi.
 
Sungguh diluar dugaan.
Sumber kegalauan Mrs X bukanlah hal-hal semacam itu.
Ada satu penyebab yang diungkapkannya. Yang sungguh di luar dari perkiraan.
 
”Gue baru nyadar sekarang....” katanya.
”Setelah belasan tahun gue kerja ya..” diusapkan basah di pipinya. ”Gue baru nyadar hari ini,” katanya. ”Kalau selama ini gue salah.” lanjutnya.
Semua orang saling pandang. Salah apa?
Mrs X kemudian menceritakan betapa dia telah salah memasang niat saat pergi bekerja. Yang penting ada kegiatan aja. Daripada suntuk di rumah. Yang penting dapat bayaran aja. Enak banget rasanya punya uang sendiri. Bisa menggunakannya untuk apa saja. Nggak tergantung pada pemberian dari suami yang jatahnya memang untuk dapur dan keperluan sehari-hari.
 
”Gue merasa merdeka dengan bekerja,” imbuhnya.
 
”Jadi Mbak nyesel jadi wanita karir, Mbak....?” Sekris bertanya sambil meringis. Dia tidak ingin membayangkan sepuluh tahun lagi menyesali diri seperti Mrs X. Setelah punya suami nanti, dia masih ingin bekerja. Tapi nggak mau dipaksa. Setelah punya anak kelak. Dia ingin tetap berkarya. Tapi nggak mau galau seperti Mrs X.
 
”Oh, bukan begitu.” Mrs X buru-buru menimpali.
”Gue justru bahagia jadi wanita karir, Kris.” lanjutnya. ”Dan gue pikir, semua perempuan seharusnya punya penghasilan sendiri, Kris. Biar dia bisa menjaga dirinya sendiri.”
 
”BETTTUUUUUUUULLLLLL!!!!!!!” Opri melompat sambil berteriak. ”Ups!” katanya, ketika sadar semua orang memelototi dirinya.
 
”Yang gue sesali adalah....” Mrs X meneruskan. ”Kenapa gue baru sekarang ini mengenal Natin,” lanjutnya.
 
”Selama ini gue merasa pergi kerja ya cuman gitu doang. Datang ke kantor jam 8 – kerja ini itu – terus pulang jam 5 sore. Setiap tanggal 25 gajian. Teruuus aja gitu.”
 
”Lho, bukannya semua orang juga begitu Mbak?” tanya Fiancy.
”Ternyata kita salah Fi,” balas Mrs X. ”Kita nggak akan dapat apa-apa kalau mikirnya cuman begitu doang.”
 
Emmmh....uh...oh... rada berat nih.
Keempat gadis itu tatap-tatapan. Tapi nggak mau ambil resiko jika mengakhiri pembicaraan itu. Kesatu, karena takut mengecewakan Mrs X. Kedua – ini yang lebih mereka takutkan – gimana kalau sudah ’dewasa’ kelak mereka mengalami galau seperti Mrs X? Hiiiy..., amit-amit.
 
”Uang yang kita dapatkan pasti habis-habis juga kan?” Mata Mrs X berkeliling menatap para gadis itu satu demi satu.
 
Sekris menujukkan tas dan sepatunya.
Aiti mengangkat gadgetnya yang canggih.
Fiancy, menyodorkan kedua tangannya yang penuh cincin dan gelang.
Opri? Memperlihatkan fotonya ketika bermain soft gun bersama para cowok macho.
Lalu mereka tertawa bersama-sama. Tapi cuman sebentar. Karena setelah itu mereka sadar jika Mrs X benar.
 
”Apa yang kita dapatkan yang bisa kita bawa-bawa terus ladies?!” Pertanyaan Mrs X benar-benar menghentak dada mereka.
 
”Selama ini gue pasrah aja. Menjalani pekerjaan apa adanya.” Suara Mrs X melembut. ”Gue pikir, perempuan ini. Jadi ya seperti air mengalir aja....” suaranya melambat.
 
”Terus apa hubungannya dengan Natin Mbak?” Opri masih belum ’dong’. Ketiga centil lainnya juga sama nggak ’dong’ nya.
 
”Elo semua pada beruntung ketemu Natin sekarang,” sahut Mrs X. ”Jadi elo bisa nyadar kalau cara berpikir gue dan working ladies umumnya itu salah.”
 
”Kita nggak boleh kerja hanya untuk sekedar mengisi waktu. Kita nggak boleh kerja hanya sekedar nyari uang biar bisa belanja belanji.”
 
Para ladies merasa tersindir. Mereka hanya bisa nyengir.
 
”Apa lagi jika niat kita bekerja itu hanya untuk bantu-bantu penghasilan suami. Jangan pernah mau begitu!”
 
”HYYYYES!!!” teriak Opri. ”Kalau yang itu gue setuju banget!” semangatnya nyaris menggetarkan seisi kubikal.
 
Mrs X mengingatkan pesan Natin. Perbaiki niat kita dalam bekerja. Kata Natin, bekerjalah untuk membahagiakan diri sendiri. Bekerjalah untuk meraih kemuliaan diri sendiri. Bekerjalah untuk menunjukkan betapa berharganya diri kita ini.
 
Dengan niat yang tepat, maka tak seorang pun akan membiarkan reputasi dirinya buruk. Sehingga kita terdorong untuk mengerahkan semua kemampuan yang kita miliki. Tak mungkin ada yang bekerja asal-asalan. Tak mungkin ada yang menyia-nyiakan amanah dan kepercayaan. Karena semua orang berharga. Dan butuh dihargai.
 
Obrolan para ladies itu terhenti oleh suara isak tangis seseorang. Tanpa mereka sadari. Semua orang dikubikal berdiri disekeliling mereka. Menyaksikan dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Semua terdiam. Semua terpaku. Kecuali Jeanice yang tak kuasa menahan tangis.
 
Para ladies segera bangkit. Lalu memeluk Jeanice. ”Kamu masih muda Jean. Masih banyak waktu,” kata Mrs X.”Yuk, sama-sama dengan saya. Meski agak terlambat,”  lanjutnya. ”Tapi belum terlalu terlambat. Untuk memperbaiki niat kita dalam bekerja.”
 
Para cowok macho nggak mau ketinggalan.  Mereka saling berpelukan. Dan menepuk bahu teman-temannya. Meski nggak ada yang nangis. Tapi mereka merasakan keharuan yang sama.
 
”Saya ikutan pelukan juga dong.....” Pak Mergy berlari kedalam kerumunan.
Semua orang berhenti berpelukan. Lalu memandang ke arah Pak Mergy yang berdiri dengan senyumnya yang sumeringah.
 
Wajahnya segera berubah menjadi merah.
”Ohm..., so-sory....” katanya sembari membalikkan badan. ”Nggak ada yang mau memeluk saya.......” sambungnya.
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
 
Semua orang di kubikal mengejar Pak Mergy. Lalu memeluknya ramai-ramai.
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa bekerja pun perlu niat yang tepat. Agar selama menjalani kehidupan kerja, kita tidak diombang-ambing oleh keadaan. Melainkan mampu mengendalikan keadaan apapun untuk mencapai tujuan. Dalam bekerja kita perlu niat yang tepat. Agar setelah memasuki masa pensiun kelak, kita tidak hanya sekedar mendapatkan sejumlah uang yang belum tentu akan bersisa banyak. Melainkan juga mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Hingga di puncak potensi yang paling tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar