Minggu, 22 Juli 2012

Natin Membuatkan Minuman Untuk Teman

Tepat jam delapan pagi.
Kehidupan di kubikal kembali berjalan normal. Tidak terlalu normal sebenarnya. Karena ada hal-hal yang berjalan tidak seperti bisanya. Sejak tulisan di whiteboard yang bikin heboh itu. Sikap orang-orang di kubikal banyak sekali berubah. Positif tentu saja.
 
Bekerja menjadi terasa lebih nikmat, sekarang.
Sebelumnya. Mereka sering mengeluhkan soal ini dan itu. Membuat pekerjaan yang ringan pun jadi terasa berat.
 
Sekarang. Mereka memahami pekerjaan masing-masing. Ya itulah pekerjaan yang telah mereka pilih. Dengan karakternya masing-masing. Dengan konsekuensinya masing-masing. Dengan tuntutannya masing-masing. Eh. Ajaib, lho. Semua orang jadi lebih respek pada pekerjaannya sendiri. Dan lebih respek juga kepada pekerjaan orang lain.
 
Orang-orang pun terlihat lebih semangat datang ke kantor. Selain sudah jarang yang telat datang. Wajah mereka juga lebih sumeringah. Dan mereka. Memulai pekerjaannya dengan penuh gairah.
 
Pagi ini. Ada sebuah kejutan yang lain.
Fiancy tengah manyun-manyunin mulutnya didepan komputernya. Konsentrasi penuh. Setelah kemarin sampai larut malam kerjaan belum juga kelar. Hari ini deadline harus benar-benar bisa dikejar. Biasa. Submission laporan keuangan ke kantor pusat.
 
Dimana letak kejutannya?
Diatas mejanya. Selagi melototin angka-angka itu. Tiba-tiba saja Jeanice meletakkan segelas minuman. ”Ini minuman buat elo,” begitu katanya.
 
Seolah tidak percaya. Fiancy ternganga.
”B-buat... g-gue?” Matanya dikucek-kucek. Nggak percaya dengan apa yang terjadi didepannya. Soalnya, Jeanice adalah orang yang paling dia sebelin di seantero kubikal. Dan boleh jadi, dia pun adalah orang yang paling nyebelin dimata Jeanice. Kenapa sekarang dia pake membuatkan minuman segala?
 
Jeanice mengangguk.
”Maksud... eloh?” Fiancy masih nggak percaya.
”Menu hari ini...” jawab Jeanice sambil berlalu kembali ke kubikalnya.
 
Fiancy semakin bingung. ”Menu hari ini....?” pikirnya.
Dia berdiri. Melihat kalau-kalau ada gelagat Jeanice mempermainkan dirinya. Maklum. Sudah selama bertahun-tahun mereka kerja di kubikal. Dan selama bertahun-tahun juga mereka saling nggak ciong.
 
Jika ada orang yang paling sering dibuat pusing oleh Jeanice, ya Fiancy-lah orangnya. Dan jika ada orang yang paling sering dilambat-lambatin klaim pembayarannya oleh Fiancy, ya Jeanice-lah orangnya. Dua-duanya saling balas ketidaknyamanan. Semua orang di kubikal sudah tahu soal itu.
 
Semua hal bisa jadi rumit buat mereka berdua. Istilahnya, seperti ada permusuhan sejak di kehidupan sebelumnya. Gak tahu kenapa, pokoknya nggak cocok aja. Jangan sampai orang itu ngerjain dia pada saat-saat sibuk mengejar deadline seperti saat ini.
 
Tapi, jawaban Jeanice membuat batin Fiancy tergelitik. ”Menu hari ini.” Apa maksudnya? Perang antara pikiran baik dan pikiran buruk berkecamuk. Tetapi, tidak ada salahnya untuk waspada.  Jangan-jangan, minuman itu ditambahin obat tidur. Kalau sampai diminum, bisa ngatuk dia. Maka deadline hari ini bakal gagal dipenuhinya.
 
Fiancy meraih gadgetnya.
”Si Jeanice membuatkan gue minuman. Dia ngomong soal ’menu hari ini’. Kira-kira dia mau ngapain?” begitu pesan yang dikirim ke Opri.
 
”Kling,” bunyi gadgetnya beberapa detik kemudian.
”Elo pergi ke pantry aja. Disitu ada jawabannya,” pesan balasan Opri.
 
Iya. Hari ini Fiancy datang paling pagi. Langsung nongkrongin komputernya sampai lupa ke pantry. Tapi, sudah ada minuman dari Jeanice? Tapi, nggak ngerti maksudnya apa dia bikinin minuman itu? Tapi, jawabannya ada di pantry. Ya sudah, pergi ke pantry aja.
 
Fiancy berlari ke pantry.
Diperjalanan dia bertemu dengan orang-orang yang menenteng minuman di kiri dan kanan tangannya. ”Ngapain sih elo pade kok bawa minuman sampai dua-dua gitu?” hardiknya. ”Serakakah amat sih!” tambahnya.
 
”Menu hari ini....” orang-orang menjawabnya dengan santai. Tak ada kesan tersinggung dengan kata-katanya.
 
’Menu hari ini. Menu hari ini dari Hong-Kong.....’ pikirnya.
 
Di pantry masih ada beberapa orang yang ngantri membuat dua gelas minuman. Hal itu membuat Fiancy semakin penasaran. ’Apa yang terjadi pada orang-orang hari ini?’
 
”Ada apa sih dengan kalian?” tanya Fiancy.
 
”Menu hari ini....” jawab mereka serempak. Sambil berkata begitu, mereka menunjuk ke arah whiteboard mainan baru Natin.
 
Benar saja. Di whiteboard itu tertulis begini:
 
Menu hari ini:
MEMBUATKAN MINUMAN UNTUK TEMANMU
 
Sekarang Fiancy mengerti.
Rupanya orang-orang pada membuatkan minuman untuk temannya. Itulah yang dilakukan Jeanice kepada dirinya. Hatinya terasa seperti teriris. Nggak enak kepada dirinya sendiri. Yang telah mencurigai perilaku baik seseorang kepadanya.
 
Fiancy berlari menuju ke kubikal.
Tapi dia nggak pergi ke kubikalnya sendiri. Dia menuju ke kubikalnya Jeanice.
”J-Jean....” katanya dengan suara serak. Jeanice yang sedang mengerjakan sesuatu di atas kertas-kertas di mejanya memutar kursinya.
 
Nggak ada kata-kata lain yang sempat terdengar.
Fiancy langsung memeluknya. ”Makasih ya, elo udah bikinin minuman buat gue hari ini....” katanya.
 
”Emhhmm i-iyyaaa...” Jeanice yang tidak menduga hal itu menjadi gelagapan. ”M-maafin gue selama ini ya, Fi....” Akhirnya dia mendapatkan kalimat yang tepat untuk diucapkan.
 
”Gue juga Jean. Maafin gue ya....” balas Fiancy.
Sekarang keduanya merasakan kedamaian. Meski nggak perlu dijelaskan dengan kata-kata. Tapi basah di pipi mereka menggambarkan ketulusan.
 
Ketika mereka tenggelam dalam pelukan erat itu.
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal bertepuk tangan.  Rupanya dari tadi mereka memperhatikan keduanya.
 
”Teman-teman!” teriak Opri sembari mengangkat gelasnya. Semua orang ikut mengangkat gelasnya masing-masing. Sekris menyodorkan gelas minuman Fiancy yang tadi dibuatkan oleh Jeanice.
 
”Untuk pesahabatan Fiancy dan Jeanice.....” Opri berteriak sekali lagi. ”Dan untuk persabahatan kita semua di kubikal,” tambahnya. Mereka melakukan toss. Lalu meminumnya bersama-sama.
 
Hari ini mereka gembira sekali. Sepertinya persahabatan mereka telah diperbaharui kembali. Dengan cara yang begitu sederhana. Dengan tulisan Natin dalam whiteboard yang berisi menu sederhana. Yaitu; ”Membuatkan Minuman Untuk Temanmu”.
 
Pagi itu mereka membuat komitmen jika setiap hari, mereka akan secara bergantian membuatkan minuman untuk temannya. Kelihatannya memang sepele. Tetapi hal itu menuntut seseorang untuk memahami apa minuman kesukaan temannya.
 
Mereka bertanya berapa banyak gula yang harus kutambahkan. Pakai krimer atau tidak. Kopinya pekat atau sedang-sedang saja. Tanpa disadari. Mereka belajar memahami teman di kubikalnya lebih dekat lagi. Dan tanpa disadari. Mereka menjadi lebih dekat lagi. Bukan sekedar dekat secara fisik. Tetapi secara mental. Dan emosional.
 
Mereka nyaris bubar ketika Pak Mergy menyelusup. ”Weeeheeeee, ada peeesta nih. Kok nggak ngundang-ngundang. Siapa yang ulang tahun?” katanya. Wajahnya sumeringah seperti biasa.
 
”Yeee, siapa yang ulang tahun Pak?” balas orang-orang di kubikal.
”Lha, terus tadi kalian ngapain? Katanya.
 
Natin bilang,” Aiti cepat-cepat meresponnya. Lalu dia menunjuk ke arah Opri.
”Kita harus.....” kata Opri sambil menujuk ke arah Sekris.
”Membuatkan minuman......” sambung Sekris. Lalu dia menujuk Jeanice.
”Untuk temanmu.” sahut Jeanice dengan gayanya yang lucu.
 
”Oh. Oke. Oke.” Pak Mergy manggut-manggut. ”Bagus. Bagus.” sambungnya.
Semua orang di kubikal tersenyum dengan riang.
 
”Jadi... siapakah yang membuatkan minuman untuk saya?” lanjut Pak Mergy kemudian.
Pertanyaan itu membuat wajah yang sumeringah langsung berubah menjadi datar.
Tidak seorang pun yang membuatkan minuman untuk Pak Mergy. Hal itu membuat mereka jadi tidak enak hati.
 
Untuk beberapa detik lamanya suasana menjadi kikuk.
”Emh, eu.. lupakan. Lupakan pertanyaan saya.” kata Pak Mergy. Beliau berusaha untuk bersikap biasa. Tapi. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kegalauan. Jelas sekali jika beliau kecewa.
 
Hal itu saja sudah membuat hati orang-orang di kubikal terusik. ’Kasihan Pak Mergy,’ begitu mereka membatin. Tapi gimana lagi. Tak seorang pun yang ingat kepada beliau tadi.
 
”Sudahlah kalau begitu,” sambung Pak Mergy lagi. Beliau berjalan kearah ruang kerjanya. ”Saya hanya heran saja...” lanjutnya.
 
Semua orang di kubikal memasang telinga baik-baik.
”Kenapa ya, orang pada nggak mau berteman dengan saya......”
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa semua orang membutuhkan teman di tempat kerjanya. Bukan sekedar uang yang kita cari. Melainkan juga persahabatan. Pekerjaan menjadi terasa ringan ketika kita memiliki seseorang yang berarti di kantor. Keadaan menjadi lebih menyenangkan. Jika kita mempunyai teman dan sahabat untuk saling berbagi suka dan duka di tempat kerja.  Dan kata Natin, persahabatan itu bisa dimulai dengan membuatkan minuman untuk temanmu.
Catatan Kaki:
The Best Place To Work For itu hanya bisa kita wujudkan, kalau kita mempunyai teman dan sahabat yang menyenangkan di tempat kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar