Selasa, 31 Juli 2012

Natin Mensyukuri Dan Mencukupkan

Rata-rata pada seneng.
Setidaknya hal itu bisa terlihat dari wajah mereka yang sumeringah. Gimana nggak, coba. Slip pembayaran bonus mereka bakal dibagikan siang ini. Nggak cuman slip saja dong. Transferannya juga dikonfirmasi sudah dilakukan kemarin sore. Jadi. Hari ini mereka akan melihat aktualnya di rekening masing-masing.
 
Rata-rata sih emang pada seneng.
Nggak berarti semuanya seneng. Ada juga sih yang biasa-biasa aja. Seperti yang jelas banget kelihatan di wajah beberapa orang. Kayaknya nggak terlalu pengaruh tuch. Sepertinya, nggak ada bedanya dapet bonus atau tidak.
 
“Kok diem aja sih Mbak…” Fiancy nggak tahan ngelihat wajah yang datar itu. “Senyum dong…” katanya. “Kita kan sudah dapet bonus.”
 
“Lah, bonus segitu mah bisa dipake apa Fi….” Sahut orang yang dipanggil Mbak itu. “Bentar juga udah ludes,” tambahnya.
 
“Lho kok gitu sih Mbak…” balas Fiancy. “Kurang gede ya….”
“Iya. Bener tuch Fi. Kurang gede.” Yang jawab bukan Mbak yang tadi. Tapi orang lain lagi.
“Maksud eloh?” Fianty setengah memelototi cowok yang satu itu.
“Iyya dong, kurang gede.” Balasnya.
 
“Gila lu ya. Udah dikasih bukannya nyukurin. Malah nyumpahin.” Kali ini Fiancy benar-benar sewot. Sebagai orang finance. Sedikit banyak dia bisa ngebayangin kalau yang harus dibayar perusahaan ini nggak cuman gaji dan bonus aja.
 
Kayaknya diskusi udah mulai memanas. Ada yang bilang kalau apa yang didapat itu sudah pantes. Ada yang bilang belum. Pokoknya seru deh. Jadi kayak debat kusir gitu. Cuman ya itu. Namanya juga debat kusir. Nggak ada yang mutu sama sekali. Nggak jelas lagi siapa yang bener dan siapa yang ngawur. Pokoknya mereka asal menang aja.
 
“Segede-gedenya bonus kite. Nggak bakal deh sama gede dengan para penggede.” Seseorang nyeletuk dari belakang. Nggak jelas siapa yang ngomong. “Sama-sama dapat tiga kali gaji sih iya. Tapi tetep aja angkanya jauh dari bumi ke langit.”
 
“Ya elu lagi,” hardik Opri. “Pake otak elo dong kalo ngomong!”. Esmosi.
“Justru orang kayak dia itu yang pake otak, Pri.” Sahut yang lainnya. “Kalo nggak pake otak gimana dia bisa ngitung kalau bonus kita lebih kecil dari bonus para boss. Biarpun sama-sama dikali tiga, tapi kan….”
“Ah, ngawur elo mah…” potong Opri. “Ntar kalo elo udah boss juga elo bakal ngerasain. Elo nggak bakal mau ngasih bonus elo ke orang lain….”
 
“Sudah, sudah. Kok jadi ribet gini sih…” Jeanice berusaha untuk menengahi.
“Makanya Mbak, udahlah kita syukuri aja. Masih bagus perusahaan mau kasih bonus.” Fiancy menimpali. “Kan ada juga yang nggak ngasih bonus. Atau. Cuma sekali gaji.”
 
“Kalau gue sih bukannya nggak berterimakasih sama perusahaan Fi,” kata perempuan yang dipanggil Mbak itu. Biarin ya. Off the record aja namanya. Soalnya. Urusan gaji. Bonus. Dan bayaran lainnya, kan sensitive banget.
 
“Mungkin kalau temen-temen lain ada yang bilang nggak fair kalau dibandingin sama para boss,” lanjutnya. “Tapi, gue juga nggak setuju sih dengan pikiran seperti itu. Semua kan sesuai dengan porsinya masing-masing.” Katanya. “Kita masing-masing perlu sadar dirilah….”
 
“Yeeee, Mbak kok jadi gitu sih ngomongnya…?” Seseorang  nyolot dari belakang. “Kalau nggak gara-gara Mbak yang mulai, kita nggak bakal jadi berantem gini kan?”
 
“Gini, gini…” kata Mbak berbaju biru itu. “ Gue tadi itu mikir, kalau gue dapet bonus segini…. Kayaknya nggak bisa nabung juga ya….” Dia berusaha untuk menjelaskan. “Cuma itu lo….”
 
“Ooo, gitu Mbak.” Kata orang-orang. Hampir seisi kubikal bilang begitu. Jadinya kaya koor bareng-bareng.
 
“Iyaaa. Soalnya setiap kali dapat bonus, selalu ada…. aja pengeluaran yang nggak terduga.” Tambahnya. “Tahun kemarin, anak saya masuk SMP. Eh, tahun ini, atap rumah malah ambrol.” Katanya lagi. “Kapan  sih saya bisa nabung?”
 
“Yaaah, Mbak…, kalau soal itu mah bukan cuman Mbak doang dong….” Kata Jeanice.
“Kita lebih parah lagi kali ya… hihi….” Aiti menimpali.
 
“Oiii…Galz…. Perhatian sebentar,” Sekris berteriak sambil menggenggam setumpuk kertas kecil bermotif garis dan kotak hitam kecil-kecil. Apa lagi kalau bukan slip bukti bayar bonus.
 
Satu demi satu nama-nama orang sepelosok kubikal dipanggil. Begitu nama mereka disebut. Langsung nyamber. Terus sembunyi di kubikalnya sendiri-sendiri. Meskipun nggak bakal ada yang berubah karena angkanya sudah pasti. Tapi lah kok semuanya penasaran aja pengen ngeliat deretan angka yang tertera disana.
 
Bagaimanapun juga. Bonus itu seperti rezeki yang nggak disangka-sangka. Ditungguin setahun sekali. Sambil harap-harap cemas. Alhamdulillah. Tahun ini dapat tiga kali gaji. Tapi ya itu tadi. Kok nggak pernah ada bekas-bekasnya sama sekali.
 
Setiap kali dapat tambahan penghasilan. Ujung-ujungnya cuman terima kasih doang. Hari ini terima. Besok pagi sudah harus dikasih lagi. Duh… gimana ini.
 
Sesuai aturan yang berlaku. Setiap orang berusaha untuk merahasiakan angka yang mereka terima. Biarlah. Hanya mereka yang tahu. Tanpa perlu digembar-gemborkan kepada orang lain.
 
Sama seperti gaji. Kalau yang kita dapat lebih besar dari orang lain, maka mereka mungkin bakal iri. Atau sakit hati. Padahal mungkin bedanya nggak terlalu signifikan.
 
Atau sebaliknya. Kalau kita tahu ternyata orang lain dapat lebih banyak. Padahal kerjaan sama. Kita juga nggak bakal seneng kali. Jadi. Ya udahlah. Rahasiakan saja.
 
Meskipun angka yang tertera di slip payroll itu beda-beda. Tapi ada satu hal yang sama. Sesuatu yang nggak pernah ada sebelumnya. Sekarang. Ada di semua slip payroll itu.
 
Hal itulah yang membuat semua orang dikubikal menarik nafas panjang. Kemudian mereka tersenyum ceria lagi. Nggak kerasa. Semuanya sudah pada berdiri. Melihat muka teman-temannya yang lain. Bener. Semuanya pada tersenyum.
 
Gara-gara sesuatu yang sama-sama tertulis dalam slip payroll itu. Setelah tabal hitungan pendapatan kotor, potongan pajak, dan nilai bersih yang ditransfer. Kali ini ada embel-embel tambahan. Yang bunyinya begini:
 
BERSYUKURLAH SETIAP KALI UANGMU TERPAKAI
KARENA DIA ADA, KETIKA ENGKAU MEMBUTUHKANNYA
 
Gila ya. Gimana ceritanya Natin nembusin menu hari ini lewat slip bonus kayak gini? Peduli amat ah. Nggak bakal kejangkau otak kalau mikirin dia mah. Yang penting pesannya sampai. Dan diresapi baik-baik.
 
Bener. Legaaa rasanya kalau merenungkannya. Yang paling kelihatan banget ngerasa leganya Mbak yang baju biru itu. Dia kayaknya bener-bener plong banget.
 
“Iya, ya… gue sadar sekarang,” katanya.
Kita. Sering keseeeeel banget. Setiap kali punya uang lebih. Selalu ada kebutuhan yang nggak terduga seperti yang dialami oleh Mbak baju biru itu.
 
Adaaa aja kejadian yang menyebabkan uang lebih itu hanyut begitu saja. Kayaknya nggak betah uang itu ada di dompet kita. Makanya kita sering sebel. Hiiiih. Kayaknya nggak boleh punya duit!
 
Padahal. Ternyata bukan begitu.
Bukan karena kita ada uang terus timbul kejadian yang tidak terduga sampai uang itu langsung ludes. Bukan. Bukan begitu.
 
Tapi. Justru ketika kita sedang ada kejadian yang tidak terduga…, eeeeh…., adaaaaa aja rezeki yang datang. Coba seandainya ketika kejadian tidak terduga itu tiba. Sedangkan kita nggak dapet uang kaget kayak gitu. Apa nggak gempor ya kita.
 
Iiiih…, coba bayangkan.
Betapa Tuhan sayang banget sama kita. Kita butuh. Eh, ada aja jalannya. Mungkin dapat bonus seperti itu. Mungkin ada teman yang minta dijualkan motor, eh dapat amplop. Mungkin ada tugas ke luar kita yang pake uang jalan. Mungkin begini. Mungkin begitu. Dan mungkin mungkin yang lainnya.
 
Natin bilang; ubahlah sedikit cara pandangmu. Maka pemandangannya akan jauh berbeda sama sekali.
 
“Alhamdulillah ya…” kata Mbak berbaju biru itu lagi. “Pas saya butuh biaya untuk ngebetulin atap rumah yang bocor… eh… dapat bonus segini. Pas banget….” Lanjutnya.
 
Matanya berkaca-kaca. Didekapnya slip payroll bonus itu erat-erat. Seolah dia sedang memeluk bayi mungil kesayangannya. “Terimakasih Tuhaaaan…. Terimakasih.” Katanya.
 
Seperti disadarkan. Semua orang di kubikal mendengar ucapan yang sama dari lubuk hati mereka yang paling dalam. “Terimakasih Tuhan…” katanya. Ucapan mereka sendiri. Semakin mereka resapi. Semakin terdengar nyaring. Didalam hatinya.
 
Sekarang. Nggak ada lagi selera untuk membanding-bandingkan apa yang mereka dapatkan dengan bonus para boss yang sering membuat mereka cemburu. Biarkan sajalah. Setiap orang punya rezekinya masing-masing. Dulu, sebelum jadi boss pun mereka sama juga keadaannya. Siapa tahu kelak kita yang dapat giliran jadi boss. Biar bisa merasakannya.
 
Nggak ada lagi keinginan untuk memelihara iri di hati. Biar aja. Toh segalanya terus berproses. Mungkin kita pun akan menuju kearah itu.
 
Bener. Kita nggak perlu menyesal jika uang yang kita dapatkan terpakai untuk membiayai hal-hal yang tidak terduga itu. Nggak perlu merasa jadi orang yang nggak berdaya. Justru. Kita mesti belajar lebih sering bersyukur. Karena sampai saat ini. Hidup kita baik-baik aja.
 
Kan banyak juga peristiwa ‘mengerikan’ yang sudah kita alami. Sampai berkali-kali. Tapi. Selalu ada aja jalan keluarnya. Duh. Betapa nikmatnya dapat bonus ini. Nikmat. Bukan karena banyaknya. Nikmat karena bonus itu kita dapat. Tepat disaat kita sedang sangat membutuhkannya.
 
“Iya Pak akan saya bayar. Akan saya bayar. Sumpah.” Suara itu sampai terdengar ke seluruh penjuru kubikal. Hening sejenak. “Tapi Bapak jangan marah-marah begitu dong.”  Suara itu muncul lagi. Sepertinya ada yang sedang bicara di telepon.
“Ya jangan marah gitu dong Pak. Saya kan pasti bayar semua tagihan kartu kredit saya. Sumpah.” Katanya. “Iya. Iya. Besok Pak. Besok saya bayar. Bener sumpah.”
 
Setelah itu tidak ada lagi suara yang terdengar. Meski begitu. Perhatian semua orang sudah kadung terjerat kearah datangnya sumber suara. Ruang kerja Pak Mergy. Meski pintunya ditutup. Tapi orang-orang masih bisa melihat tembus ke dalam lewat dinding kaca transparan.
 
Pak Mergy, terkejut ketika menyadari pembicaraannya yang penuh emosi itu terdengar orang lain. “Apa kalian liat-liat? Mau nguping pembicaraan orang ya?” bentaknya. Terlihat sekali sisa-sisa emosi di wajahnya.
 
Orang-orang terpana menatap wajah beliau.
Sekarang Pak Mergy sendiri yang kelihatan serba salah.
“Baiklah…..” katanya. “Saya minta maaf…” lanjutnya. “Saya tidak bermaksud membentak kalian.”
 
Semua orang terdiam.
“Saya kesal sama tukang tagih kartu kredit itu.” Lanjutnya. “Mereka itu tahuuuu aja kalau saya baru dapat bonus.” Gerutunya sudah berubah menjadi curhat. “Kapan saya bisa nabung kalo gini caranya……” sambungnya.
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa rezeki yang kita dapatkan itu memang disediakan untuk memudahkan hidup kita. Untuk meringankan beban kita. Saat sedang ada kelebihan. Namun ada kejadian tidak terduga. Nggak usah menyesalinya. Syukuri saja. Karena kelebihan yang kita dapatkan saat ini. Adalah jalan keluar yang Tuhan sediakan. Untuk membantu kita. Menghadapi situasi-situasi yang sulit. Makanya. Bersyukur saja. Karena kepada orang yang pandai mensyukuri nikmatnya. Tuhan memberikan jaminan berupa kecukupan. Insya Allah.
 
Catatan Kaki:
Bukan kejadian tak terduga yang datang disaat kita punya uang lebih. Melainkan, ketika kita butuh pengeluaran lebih, ada aja rezeki dan jalan keluarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar