Selasa, 31 Juli 2012

Natin Menyelami Potensi Diri

Potensi diri.
Itulah frase yang sering digadang-gadang oleh para ahli motivasi. Dan pakar-pakar psikologi. Malah ada yang mengatakan kalau potensi manusia itu nggak terbatas. Sulit dipercaya sih. Apa iya, ya. Potensi diri kita ini nggak terbatas.
 
Nggak selalu langsung bilang begitu sih. Kadang dibilanginnya suka kayak gini; “Anda bisa melakukan apa saja!!!!!” sambil ngacungin kepalan tangan ke atas. Outing taon lalu trainernya bilang gitu. Meskipun kenyataannya nggak seperti itu.
 
Hari ini. Acaranya nggak kalah seru dari kemarin. Diving!
Mengerikan juga sih. Khususnya buat mereka yang belon pernah melakukannya. Terlebih lagi buat orang-orang yang anti air seperti Fiancy. Sungguh menyeramkan kalau harus nyebur ke dalam laut yang begitu dalam itu.
 
“Gue dengerin bunyi deburan ombak aja udah ketakutan,” katanya. “Apa lagi nyebur kesitu.” Lanjutnya. “Gue cukup nganterin elo pade sampai ke pantai aja….” Tambahnya. Pantai dangkal sudah cukup membuat Fiancy puas. Dan. Itulah tamasya bahari terhebat baginya.
 
Percuma membujuknya. Dia sudah kadung takut dengan kedalaman. Nggak seorang pun yang tahu apa. Atau mahluk apa. Yang ada didalam air seluas itu. Iya kan? Bujukan macam apapun nggak ada yang mempan.
 
“Oke Guys…., listen up!” Opri berteriak. “Pagi ini petugas hotel memberi tahukan kalau ada fax dari kantor pusat.” Diangkatnya amplop tertutup dengan logo hotel. “Siap-siap aja. Kemungkinan ada tugas mendadak, nih. Jadi acara diving kita belum tentu jadi dilakukan.”
 
Terdengar bunyi ‘huuuuuuuu…’ senyaring deburan ombak menghempas batu karang. Hanya Fiancy yang kegirangan. Dia mendingan kerja. Daripada diving.
 
“Emangnya para boss nggak bisa ngerjain tanpa kita?” protes Jeanice. “Please deh. Cuman 2 hari aja kan?” tambahnya.
 
“Yeaaah! Bener banget!!!” orang-orang berteriak antara girang dan garang.
 
“Gue ngerti. Gue ngerti,” balas Opri. “Tapi kan namanya orang kerja. Mesti selalu siaplah. Kan untuk kebaikan kita-kita juga….” Hiburnya.
 
“Ya udah. Kalo gitu biar elo aja sendiri yang ngerjain. Kita-kita sih mau diving!” timpal Aiti. Hanya Fiancy yang nggak setuju sama dia.
 
“Nggak apa-apa.” Tukas Opri. “Kalau elo pade tega berlaku begitu sama teman sendiri….”
 
Nggak ada yang menjawab lagi. Mereka kesal. Tapi bukan kepada sahabat baiknya. Kekesalan kepada keputusan managemen. Atau pada kebijakan atasan. Nggak boleh menyebabkan persahabatan mereka terganggu. Mereka harus terus hepi. Meski kegembiraan mereka kadang terpotong oleh tugas-tugas adhoc dan dadakan.
 
“Ya udah. Kita baca sama-sama ya….” Opri merobek pinggiran amplop itu. Lalu mengeluarkan kertas fax didalamnya. Sementara semua orang berharap tugas dadakan itu nggak terlalu banyak menyita waktu.
 
Wajah tegang Opri segera berubah ketika dia membuka kertas fax itu.
“Ini dari Natin!” lonjaknya. Semua orang yang kadung menduga-duga ikut gembira. Ternyata ketakutan mereka nggak terjadi. Soalnya. Kebisaan boss-boss kalau nggak pernah rela membiarkan anak buahnya tenang. Ada aja tugas yang mereka berikan. Khususnya disaat-saat yang kurang tepat seperti ini.
 
Sekarang. Semua orang pada antusias untuk mengetahui isi fax itu. Mereka berteriak-teriak biar Opri segera membacakannya.
 
“Oke, dengerin dong…” kata Opri. Semua suara langsung menghilang.
 
“Gue bacain menu hari ini dari Natin ya,” teriaknya. “Dengerin nih…”
 
KETAHUILAH, BAHWA:
POTENSI DIRIMU SEDALAM LAUTAN
 
Begitulah isi pesan dari Natin.
 
“Ada tambahan lagi nih,” kata Opri. Orang-orang kembali tenang. “Kata Natin: Selamat ber-diving ria!” suaranya langsung hilang ditelan sorak sorai orang-orang kubikal yang sedang outing itu.
 
“Masih ada lagi nih…” teriak Opri sekali lagi. Suara orang-orang kembali menghilang. “Yang ini khusus buat Fiancy,” katanya.
 
“Cieeeeee, Fiancy……,” orang-orang mulai terusik buat ngusilin. “Khusus buat Fi dari Aa….. Cieeeee……”
 
Yang digodain. Sewot setengah mati. Tapi tak kuasa melawan suara teman-temannya yang nggak kalah gemuruh dengan gelegar ombak.
 
“Mau gue bacain gak nih?” Opri kesal banget. Semua orang buru-buru membungkam.
 
“Khusus buat Fiancy dari Natin,” katanya. “Jangan takut untuk menyelam. Karena di kedalaman lautan akan engkau temukan keindahan……”
 
“Yiiihiiiii…”
“Cieeee….. Cieeeee…., Cieeee….”
“Sit suwiw. Sit suwiiiiiiw…..oho… too twiiiit….”
 
“Apaaa-an sih….!!?” Nggak bisa disembunyikan lagi. Pipi Fiancy merah. Nggak tahu ya. Perasaan sih nggak pernah ada perasaaan aneh pada Natin.
 
Emang ada sih. Tapi cuma sekedar mengagumi. Nggak lebih dari itu. Sama seperti teman-teman lainnya mengagumi dia. Tapi. Kenyataan jika Natin mengetahui dia takut kedalaman membuat dirinya bertanya-tanya; Apakah Natin memiliki perhatian khusus kepadanya?
 
Fiancy buru-buru memupus pikiran aneh itu. Dia sadar jika Natin bukan hanya memperhatikan dirinya. Natin. Nyaris tahu setiap hal yang terjadi disini. Itu menunjukkan jika Natin memang memperhatikan semua orang.
 
Anehnya. Kata-kata Natin memberi pengaruh seperti Mantra. Meski takut-takut. Akhirnya Fiancy mau juga naik ke perahu menuju ke diving spot di tengah laut. “Tapi, gue nunggu di perahu aja ya…” katanya.
 
Ditengah laut. Ceritanya berbeda. Orang-orang yang tadi berani pun banyak yang nyalinya ciut. Kepercayaan diri mereka juga banyak yang mengkerut. Bagaimana pun juga. Berada di tempat luas seperti itu sungguh sangat mendebarkan. Sejauh mata memandang. Hanya lautan. Seolah tidak ada hal lain di muka bumi ini selain laut.
 
Kata Natin. Manusia tidak akan pernah berhenti takjub. Jika dia bisa melihat betapa besarnya potensi diri mereka. Namun. Memang tidak mudah melakukannya. Bahkan. Ada orang-orang yang hanya memandang dirinya tidak lebih dari sekedar baskom mandi seorang bayi. Bukan seperti lautan yang teramat luas.
 
Itu baru permukaannya. Bagaimana dengan gagasan untuk menyelam kedalamnya? Lebih mengerikan lagi. Gimana kalau ada hiu? Gimana jika ada gurita raksasa? Gimana kalo kesetrum belut listrik? Hiiiiiy…. Amit-amit.
 
Untungnya kantor menyewa para instruktur diving profesional. Jadi mereka tidak perlu terlalu takut. Selain ada yang mendampingi. Mereka menyelam di tempat yang aman. Jadi. Sebenarnya ketakutan mereka tidak cukup beralasan.
 
Sama halnya ketika kita sedang berusaha untuk mengenali. Dan menggali potensi diri kita bersama seorang mentor. Atau atasan yang memahami anak buahnya. Mereka bisa membantu kita ‘menyelam’ ditempat yang aman.
 
Nggak ada orang yang langsung berani. Ketika pertama kali menceburkan diri ke laut dalam. Makanya. Nggak heran jika orang-orang yang terbiasa berada di zona aman kubikal itu pada deg-degan. Bahkan cewek semacho Opri sekalipun. Tetapi. Sekali ini. Sekali ini saja. Mereka harus mencobanya.
 
Maka….
Byur….. satu demi satu manusia kubikal itu terjun ke laut. Termasuk Fiancy yang tak henti-hentinya menjerit-jerit. Rasa percaya dirinya sedang dipertaruhkan. Terutama ketika dia harus melompat dari perahu itu.
 
Ajaib sekali.
Ketika sudah beradi di air. Dia merasakannya hampir sama seperti ketika berada di kolam renang. Kakinya secara refleks digerakkan. Dan tubuhnya. Bisa mengapung. Ada sedikit tenteram dirasakannya sekarang.
 
Sama seperti ketika kita akan mencoba hal-hal baru. Yang belum pernah kita alami sebelumnya. Kita diselimuti oleh ketakutan. Yang kadang nggak beralasan. Namun begitu kita mencobanya. Tenyata semua baik-baik saja. Itu menunjukkan jika sebenarnya kita bisa. Kita mampu. Kita sanggup. Tetapi kita terlampau takut.
 
Semua orang sudah nggak kelihatan di permukaan. Sudah pada masuk kedalam laut. Kecuali Fiancy. Tentu saja. Bersama instruktur divingnya yang mendampinginya dengan sabar.
 
“Kapan pun jika Mbak siap…” kata instruktur itu.
“Aman kan Mas…..?” tanya Fiancy setengah memelas.
 
“Dijamin Mbak…” balasnya. Pintar juga ya instruktur itu. Dia cuman bilang ‘dijamin’. Nggak ada terusannya. Dia nggak bilang ‘dijamin nggak ada hiu’. Juga nggak bilang ‘dijamin nggak bakal basah…”. Bagus. Instruktur itu nggak ngomong yang muluk-muluk. Seperti kebanyakan motivator yang doyan mengumbar jargon.
 
Sedari tadi. Mata Fiancy ditutupnya rapat-rapat. Tak kuasa membayangkan betapa menyeramkannya lautan. Tetapi. Mengingat pesan Natin yang khusus ditulis untuk dirinya. Menjadikan dia seperti seorang gadis istimewa.
 
Perlahan tapi pasti. Fiancy. Akhirnya memiliki keberanian untuk menyelusupkan kepalanya ke bawah air. Menarik dan membuang nafas lewat mulut yang terhubung ke selang dengan tabung oksigen di punggungnya.
 
Turun. Dan terus turun. Hingga instruktur membimbing tangannya untuk menggapai batu karang di dasar laut.
 
“Buka matanya Mbak…” kata instruktur lewat isyarat.
Ada perasaan tenteram ketika tangannya berpegangan kepada batu karang yang kokoh didasar laut. Lalu Fiancy membuka matanya perlahan-lahan. Dan….
 
Iiiiih… tahu nggak siiih….. Dia nyaris menangis menyaksikan pemandangan bawah laut yang dilihatnya. Terlalu indah untuk digambarkan dengan kata-kata. Nggak bisa. Hanya bisa dilihat. Dan dirasakan ketakjubannya.
 
Benar kata Natin. Ketika kita mau menyelami kedalam samudera. Kita bisa melihat keindahannya yang tidak pernah terungkap. Benar kata Natin. Ketika kita mau menyelami kedalaman potensi diri kita. Kita bisa mengenali. Betapa mengagumkannya penciptaan diri kita.
 
“Sekarang pegang ini,” kata instruktur lagi. Seraya menyerahkan kantung pelastik berisi roti.  Dia membuatkan sebuah lubang kecil di pelastik itu. Lalu mencontohkan. Bagaimana caranya mengeluarkan sedikit demi sedikit remah-remah roti.
 
Fiancy. Mencoba menirunya. Bisa.
Oh. Sungguh diluar dugaan. Beberapa detik setelah remah-remah roti itu keluar dari kantung pelastik. Lalu berhamburan dibawa air laut. Entah dari mana datangnya. Tiba-tiba saja. Tanpa diduga. Ratusan ikan laut berebut. Mengerubuti Fiancy.
 
Diantara takut dan takjub. Fiancy nyaris terpekik. Menyaksiksan betapa indahnya warna warni mereka. Nggak disangka. Mahluk laut yang selama ini dikira liar itu. Seolah sedemikian jinaknya. Bahkan ada yang sedemikian nakalnya hingga berani menyentuh tangannya yang memegang kantung pelastik berisi roti.
 
Benar apa yang Natin bilang. Kita. Tidak pernah benar-benar tahu sehebat apa potensi diri kita. Hingga kita mengeksplorasinya sendiri. Kita nggak pernah benar-benar tahu batas kemampuan diri kita. Sampai kita menyelaminya sendiri.
 
Sama seperti keindahan alam bawah laut ini. Yang hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang berani menyelam kekedalamannya. Maka seperti itu jugalah potensi diri kita. Yang hanya bisa dinikmati dampaknya. Oleh mereka yang memiliki keberanian. Dan kesediaan. Untuk menyelam kedalam dirinya sendiri.
 
Instruktur memberi isyarat untuk naik ke permukaan lagi. Nggak kerasa. Oksigen dalam tabung sudah hampir habis. Berarti. Sudah hampir 30 menit mereka berada dikedalaman lautan. Sungguh. Nggak kerasa. Sama sekali. Fokus mereka tersedot oleh keindahan alam bawah laut yang menakjubkan.
 
Setelah semuanya naik. Perahu membawa mereka kembali ke daratan. Disepanjang perjalanan itu. Tak ada satu pun yang diam membisu. Semua pada bercerita tentang apa yang dialaminya saat diving. Semuanya senang. Termasuk Fiancy. Yang sedari tadi tak henti-hentinya memamerkan kegembiraan. Terutama ketika ikan-ikan itu menyentuh tangannya. Mereka semua ketagihan.
 
Di pantai. Pak Mergy sudah menunggu dengan baju longgar bergambar bunga-bunga. Sama sekali nggak ada tanda-tanda jika beliau sudah menyentuh air.
 
“Lho, kok Pak Mergy masih kering begitu?” tanya orang-orang. Nyaris bersamaan.
“Sudahlah anak-anak,” balasnya. “Tugas saya adalah untuk memastikan kalian semua ikut menyelam.” Tambahnya. “Bukan ikut nyebur kelaut.”
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa hanya orang-orang yang tahu keindahan bawah laut yang selalu rindu untuk menyelam. Dan hanya orang-orang yang tahu keindahan proses penciptaan dirinya yang selalu rindu untuk menggali potensi diri lebih dalam. Mereka yang pernah menyelam. Selalu ingin kembali menyelam. Dan mereka yang pernah mencapai puncak potensi dirinya. Yang selalu ingin menapakinya lebih tinggi. Seperti kata Natin. Potensi dirimu itu sedalam lautan. Meski pasti ada batasnya. Namun kita bisa menjelajahinya. Tanpa pernah ada habis-habisnya.
 
Catatan Kaki:
Potensi diri kita itu bukannya tanpa batas. Ada batasnya. Tapi lebih dari cukup untuk memastikan hidup kita baik-baik saja.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar