Selasa, 24 Juli 2012

Personalism#3: Jika Direndahkan Orang Lain

Apakah Anda pernah direndahkan oleh orang lain?. Semoga saja tidak. Karena rasanya ternyata sangat tidak enak. Kita boleh tetap berharap agar tidak pernah sampai mengalaminya sampai kapanpun.  Namun hal itu pun tidak menjadi jaminan jika disuatu saat kelak tak pernah orang yang merendahkan kita. Nah, sebelum hal itu terjadi, ada baiknya juga jika kita mempersiapkan diri.
 
Hal terbaik untuk menghindari hal tersebut tentu adalah dengan menjadikan diri kita orang yang selalu berada diatas angin, alias selalu berada pada posisi yang cukup tinggi. Sehingga, orang tidak tergoda untuk merendahkan kita. Namun, fakta menunjukkan jika kita tidak selalu berada pada posisi seperti itu. Bukankah ada peribahasa mengatakan; ‘diatas gunung masih ada gunung’?  Walhasil, selain berupaya keras untuk selalu berada pada posisi dan martabat yang tinggi itu memang kita butuh sikap mental yang tepat untuk mengantisipasi situasi yang tidak enak itu.
 
Ketika orang lain merendahkan kita, jangan sampai hati kita terpengaruh. Soalnya, hati merupakan titik terlemah mental kita. Jika kita sudah merasa sakit hati, maka rasa sakit itu sulit sekali dicarikan obat penyembuhnya. Itulah sebabnya mengapa kita masih ingat kepada orang yang menyakiti hati kita puluhan tahun yang lalu. Orang yang menyakiti itu mungkin sudah meninggal. Tapi rasa sakit di hati masih terasa sampai saat ini. Maka dari itu, langkah pertama setiap kali berhadapan dengan orang yang merendahkan kita adalah; melindungi agar kalbu kita tidak terpengaruh oleh perlakuan buruk mereka.
 
Hal kedua yang perlu kita lakukan adalah menjaga pikiran agar jangan sampai menyimpan memori itu. Biasanya, kita lebih mudah mengingat kata-kata negatif orang lain daripada nasihat yang baik-baik. Buktinya kita sering lupa pelajaran di sekolah, di ruang-ruang seminar, dan di majlis taklim, maupun forum-forum keilmuan lainnya. Tapi, lain halnya dengan kalimat buruk yang dikatakan oleh tetangga sebelah. Atau oleh atasan. Atau oleh teman. Hanya satu kalimat buruk yang keluar dari mulut mereka. Namun kepala kita bisa mengingatnya sepanjang masa. Oleh karenanya, langkah kedua setiap kali berhadapan dengan orang yang merendahkan kita adalah; menjaga agar akal kita tidak terpengaruh oleh perkataan buruk mereka.
 
Iya, teori sih gampang. Tapi prakteknya sulit minta ampun. Jadi kongkritnya melindungi kalbu dan menjaga akal itu bagaimana? Orang-orang bijak mempunyai resep begini; “Katakan pada diri sendiri bahwa; Anda lebih baik daripada orang yang merendahkan Anda itu!” Dengan demikian, maka perlakuan buruk mereka bisa menjadi motivasi bagi Anda untuk membuktikan bahwa Anda memang lebih baik daripada mereka yang merendahkan itu. Bagus? Bagus sekali. Tetapi, hati-hati lho dengan efek sampingya. Oh, adakah efek sampingnya? Ada. Yaitu, aura kesombongan. Makanya, kalau seseorang berhasil meraih pencapaian yang tinggi suka tergoda untuk menunjukkan kepada orang yang pernah merendahkannya. “Dulu kamu merendahkan saya. Sekarang sudah saya buktikan kalau saya lebih baik dari kamu!”
 
Ingatkah Anda bahwa Iblis atau Lucifer itu pada awalnya hanya memiliki satu kelemahan, bernama; kesombongan? Kata Lucifer; “Kesombongan adalah dosa favorit gue!” Makanya, Iblis paling senang kepada orang yang gigih berjuang karena pernah direndahkan, lalu berhasil bangkit dari keterpurukan, kemudian bisa menunjukkan kepada orang yang pernah merendahkannya. “Orang yang pernah kamu rendahkan itu kini sudah lebih sukses daripada kamu!”. Maka sekarang, Lucifer mengatakan;”Ahahaha… orang ini sudah menjadi pengikut favorit gue!” Tanpa disadari, kita sudah semakin dekat kepada sifat dan perilaku iblis. Padahal, awalnya kita hanya ingin membuktikan bahwa kita ini lebih baik daripada orang yang pernah merendahkan kita.
 
Jadi bagaimana dong caranya agar kita masih bisa positif tanpa terseret oleh godaan Iblis itu? Bukankah kita tidak ingin menjadi temannya Lucifer? Ijinkan saya untuk menunjukkan sebuah cara sederhana untuk Anda. Yuk kita coba mengubah kalimat tadi menjadi begini: “Katakan pada diri sendiri bahwa; Orang yang merendahkan Anda itu tidak lebih baik daripada diri Anda.”
 
Bisakah Anda menemukan perbedaan antara kalimat pertama yang sering menjadi senjata ampuh bagi kebanyakan orang itu dengan kalimat kedua yang saya sarankan ini? Pada kalimat kedua ini, kita tidak memberi ruang bagi kesombongan untuk tumbuh didalam diri kita. Mengapa? Karena kita menyadari bahwa sebagai manusia memang kita memiliki kelemahan. Pada saat yang sama kita juga sadar bahwa orang lain yang merasa dirinya tinggi itu juga punya kelemahan kok. Sehebat apapun dia hingga merendahkan kita, dia itu bukan manusia sempurna. Makanya, dia tidak lebih baik dari kita.
 
Kenapa kita mesti sakit hati karena direndahkan oleh orang yang tidak lebih baik dari kita? Kenapa pikiran kita mesti dikotori oleh perkataan-perkataan orang yang tidak lebih sempurna dibandingkan kita?  Dengan begitu, kita bisa tetap melindungi hati dari rasa sakit yang tidak perlu. Sekaligus menjaga kebersihan akal agar tidak sampai memikirkan teknik dan strategy untuk membalas dendam. Sehingga kita bisa terhindar dari kemungkinan menjadi pengikut Iblis tanpa kita sadari.
 
Rasulullah pun mengingatkan kita bahwa Tuhan secara tegas melarang perilaku merendahkan orang lain. Boleh jadi, orang yang direndahkan itu lebih baik daripada orang yang merendahkannya. Itu baru ‘boleh jadi’ lho. Belum mutlak. Mengapa baru sebatas ‘boleh jadi’? Karena ukuran apakah seseorang yang direndahkan itu benar-benar lebih baik dari orang yang memperoloknya tidak semata-mata ditentukan oleh keberhasilan orang itu untuk meraih kesuksesan yang lebih tinggi dari orang yang merendahkannya. Melainkan juga ditentukan oleh sikap dan perilaku terpujinya setelah berhasil meraih pencapaian tinggi itu.
 
Jika dia mengikuti sifat Iblis, maka dia akan menggunakan kesuksesannya untuk menyombongkan diri dihadapan mereka yang pernah merendahkannya. Namun, jika dia mengikuti kemuliaan sifat Rasulullah, maka dia akan tetap menjadi pribadi yang rendah hati meskipun hidupnya ditaburi dengan prestasi dan pencapaian yang tinggi. Karena dia tahu, bahwa semua pencapaian itu tidak mungkin diraihnya tanpa limpahan kasih sayang dari Ilahi. Sehingga setiap pencapaian, tidak menghasilkan hal lain selain rasa syukur yang semakin mendalam. Pantesan…, Tuhan kok semakin sayang kepada orang seperti itu, ya?
 
Catatan Kaki:
Jika ada orang yang merendahkan kita, ingatlah bahwa dia belum tentu lebih baik dari diri kita kok. Kenapa mesti kecewa oleh perilaku buruknya? Tenang saja.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar