Senin, 30 Juli 2012

Saya Terbiasa Melihat Adegan Seks Sejak Kecil

Sebelum memulai tulisan ini, saya ingin mengingatkan; jika Anda belum memasuki usia dewasa tolong jangan teruskan membacanya. Kapan pertama kali Anda menyaksikan agedan seks? Sesudah Anda dewasa? Saya tidak demikian. Saya sudah menyaksikan adegan seks sejak masih kecil. Boleh jadi sebelum saya memasuki usia sekolah sudah sering menyaksikannya. Adegan seks yang pertama kali Anda lihat itu berupa film video porno atau adegan live? Di jaman saya masih kecil, perangkat elektronik belum secanggih ini. Belum ada internet. Apalagi blackberry. Jadi, saya harus mengakui bahwa adegan seks yang sering saya lihat itu adalah live. Usia saya masih sangat belia. Namun hampir setiap hari saya menyaksikan adegan seks live. Apakah saya termasuk korban sifat narcis mereka yang mabuk syahwat?
 
Setelah dewasa, saya menjalani kehidupan seksual yang normal. Saya penyuka seks. Dan saya menjalani kehidupan seksual sebagaimana layaknya lelaki normal yang lain. Namun, saya masih sering terkejut dengan perilaku seksual orang-orang yang ada di sekitar saya. Saya tidak akan membicarakan hasil penelitian tentang perilaku seksual remaja yang semakin mengerikan itu. Tidak juga membahas temuan penelitian yang menyatakan bahwa 2 dari 3 pria di Ibu kota berselingkuh. Tidak pula perlu untuk mengupas para perempuan yang mengaku pernah berhubungan intim dengan teman atau orang yang dikenal di kantornya. Saya hanya ingin mencurahkan kegundahan seksual yang semakin hari semakin mengherankan. Jika Anda tidak merasakan seperti yang saya rasakan, wajar. Soalnya Anda tidak seperti saya yang sejak kecil disodori oleh adegan seksual yang disaksikan secara langsung tanpa perlu video perekam gambar.
 
Seperti orang dewasa lainnya, saya kadang terlibat dalam pembicaraan seksual. Dan seperti orang dewasa lainnya,  kita sering kebablasan kalau membicarakan urusan seks. Sampai suatu ketika pembicaraan kami tiba kepada topik ’menaklukan perempuan incaran’. Jujur saja saya bergidik sendiri ketika berbicara dengan seorang teman tentang topik yang satu itu. Namun,jika Anda sudah dewasa, saya tidak ragu berbagi cerita ini kepada Anda.
 
”Kenapa sih elu mesti gangguin perempuan yang sudah punya suami?” begitu saya bilang. ”Bukankah masih banyak gadis-gadis lajang?”  Maaf, saya mengatakan begitu bukan berarti merendahkan nilai perempuan yang sudah bersuami dibandingkan dengan mereka yang masih gadis. Tapi, saya masih belum bisa mengerti; mengapa banyak lelaki lebih tertarik kepada perempuan bersuami daripada para gadis yang masih fresh?
 
”Elo naif banget, Dang!” begitu jawabannya. ”Justru karena dia punya suami, makanya gua bakal taklukin dia!” saya kembali bergidik ketika melihat ekspresi wajahnya saat mengucapkan kalimat itu.
”Jadi, yang elu cari itu teman kencan gratisan atau lawan untuk adu jotos sih?”  Sekarang Anda tahu lidah saya berbicara vulgar seperti itu.  Namun, kevulgaran saya dibayar dengan sebuah keterkejutan. Saya terkejut karena mendapatkan jawaban yang benar-benar berada di luar jangkauan imajinasi saya sebelumnya.
 
Saat itu, seolah saya dibukakan kepada sebuah ’pengetahuan’ baru. Dan teman saya ini benar-benar memainkan perannya yang sangat baik sebagai seorang nara sumber kelas satu. Dia mengatakan, justru karena perempuan itu sudah bersuami; maka dia semakin bersemangat untuk menaklukannya. Sebab, kalau sampai ’terjadi apa-apa’, maka gua nggak perlu repot-repot mempertanggungjawab kannya. Begitu katanya. Anda yang sudah dewasa tentu faham betul apa yang dimaksud dengan ’terjadi apa-apa’. Teman saya menambahkan, kalau hal itu terjadi pada perempuan lajang, maka dia akan mengejar-ngejar elu sampai ke kuburan sekalipun. ”Bikin gua pusing aja....” tambahnya.
 
Saya bergidik. Entah karena semakin menyadari betapa biadabnya para lelaki seperti saya. Atau karena saya mendapatkan ilmu baru untuk memuaskan nafsu. Yang jelas, pembicaraan kami hari itu semakin menegaskan dampak dari pengalaman menyaksikaan langsung adegan-adegan seksual yang saya alami sejak masa kecil.
 
”Elu nggak takut?”  saya bertanya dengan begitu polosnya.
”Hemh? Takut?” dia menatap mata saya. Berhenti sesaat. Lalu tertawa terbahak-bahak. ”Dadang...., Dadang.” begitu dia bilang seusai derai tawanya menghilang. ”Gua takut sama lakinya?” Saya termangu dihadapannya. ”Makanya pake otak elu dong Dang. Pake!” Jari telunjuknya menekan jidatnya sendiri. ”Selama elu nggak ketahuan, ngapain elu musti takut, sih!” Saya merasakan nada ejekan. Betapa bodohnya saya sehingga yang begitu saja tidak mengerti.
 
”Bagaimana elu bisa begitu yakin kalau nggak ketahuan?” balas saya. Semakin menunjukkan betapa tololnya diri ini.
”Mana mungkin?” dia bilang. ”Dia nggak mungkin ngomong sama suaminya, Dang.” lanjutnya. ”Gila aja dia. Mau dibunuh sama suamianya? Hahahaha....” tawanya kembali membahana. ”Percayalah Dang, dia akan mati-matian menjaga rahasia itu......”
 
”Yang gua takutkan bukan ketahuan suaminya....” saya berkata sungguh-sungguh.
”Hmmh? Terus apa, dong? Elu takut dia menggelayuti terus? Gampang. Elu tinggalin aja. Lama-lama juga dia cape sendiri. Sedangkan elu bisa menikmati kelezzzatan tubuh-tubuh istri-istri cantik nan seksi lainnya. Haaaahahahahahaaa. ...” Entah mengapa, saat itu saya tidak sedang berselera untuk ikut tertawa.
 
”Bukan itu yang aku maksudkan.”
”Terus, apa? Heh?” matanya menatap saya tajam.
Sekarang giliran saya yang menatap lurus kearah matanya. Tepat ketika mata kami beradu itu saya mengatakan maksud pertanyaan saya tadi ”Apakah elu nggak takut ketahuan, Tuhan?” Sejak pembicaraan itu, saya tidak pernah lagi bertemu dengannya.  Saya tahu, jika saya telah disingkirkan.   
 
Sekarang, tinggal saya sendirian. Tiba-tiba saja saya di hantui oleh ingatan-ingatan masa silam. Bagaimana adegan-adegan seks yang terjadi dihadapan saya sewaktu saya masih kecil. Sementara mereka yang mengumbar nafsu itu tidak menunjukkan sedikitpun perasaan iba kepada saya yang masih anak-anak. Tiba-tiba saja saya teringat pengalaman ketika pertama kali saya melakukan hubungan intim. Tiba-tiba saja saya mengingat kembali sms yang berisi rayuan gombal kepada para istri. Ya, para istri yang mengira bahwa lelaki yang tanpa henti memuji kecantikannya itu jauh lebih baik daripada suaminya sendiri.
 
Dan tiba-tiba saja saya merasa heran, mengapa para istri itu begitu mudahnya percaya. Mereka percaya bahwa lelaki yang setiap saat meneleponnya dengan sapaan mesra itu lebih romantis daripada lelaki yang telah mengikat janji suci bersama dirinya. Dan tiba-tiba saja bulu kuduk saya berdiri, kemudian sebuah kata meluncur dari bibir saya, ”Tuhan.....”.
 
Saya semakin heran lagi karena di zaman ini ternyata kata ’Sayang...’ dan ’I Love You’ sudah menjadi sedemikian murahnya. Sehingga setiap detik lalu lintas blackberry dihiasai oleh ratusan, ribuan bahkan jutaan rayuan dusta berbalut nafsu yang diucapkan oleh para lelaki bajingan seperti kami. Padahal, jelas sekali Firman Tuhan dalam kitab suci; ”DAN JANGANLAH KAMU MENDEKATI ZINA!” Maaf, saya tidak sedang membahas soal prostitusi. Saya sedang mengingat-ingat kembali betapa buruknya para lelaki memperlakukan para perempuan. Bahkan para istri terhormat pun tidak lepas dari tipu daya dan muslihat yang menjerumuskan. Dan tiba-tiba saja, hati saya berbisik kepada diri sendiri;”mengapa para perempuan sedemikian mudahnya ditaklukan oleh pujian-pujian yang justru dirancang oleh para lelaki seperti kami. Untuk bermuara kepada kenikmatan sesaat. Namun penuh laknat. ”
 
”Justru karena mereka punya suami, jadinya kita aman.” Duh, kalimat itu kembali terngiang di telinga saya. Dan tiba-tiba saja saya merindukan sesuatu. Saya rindu agar para istri menyadari semuanya itu. Bahwa suamimu jauh lebih baik daripada para lelaki yang berusaha menggodamu. Suamimu, meskipun kalah romantis dari para penggoda itu menerimamu seutuhnya. Sedangkan para lelaki laknat seperti kami hanya ingin menikmati kemolekan lekuk tubuhmu. Semakin cantik dirimu, semakin berselera kami mengejarmu. Semakin mulus dan halus kulitmu, semakin tak sabar kami mengelus dan mencumbumu. Dan semakin indah dadamu. Kami semakin bernafsu menaklukan dirimu.
 
Jika engkau mengira suamimu sudah tidak romantis lagi, ingatlah kembali betapa romantisnya dia saat berpacaran dulu. Apakah lelaki penggoda yang setiap hari meneleponmu itu sama romantisnya dengan pacarmu dulu? Jika engkau mengira para lelaki perayu itu lebih royal membelikanmu ini itu. Jam tangan. Tas. Sepatu. Baju baru. Ingat-ingat kembali apakah sewaktu pacaran dulu suamimu sedemikian pelitnya kepadamu?  Dan jika engkau mengira bahwa lelaki yang dimurkai Tuhan itu bisa menjadi pasangan terbaik untuk menggantikan suamimu, maka tanyakanlah; benarkan dia akan bisa menjadi lelaki sejati yang engkau impi-impikan itu?
 
Tiba-tiba saja saya merindukan sesuatu; mengapa para istri dan para suami tidak menyadari bahwa hidup memang tentang susah dan senang. Saat pasangan kita sedang susah, mengapa kita harus berpaling mencari kehangatan lain? Mengapa kita harus mencari solusi dari lelaki pencari kenikmatan sesaat atau perempuan pengeruk harta? Bukankah Tuhan sudah menjamin setiap pasangan yang saling menjaga kesucian mahligai perkawinannya akan diberi keabadian dalam keindahan surgawi? Mengapa untuk mendapatkan janji Tuhan seindah itu kita merasa berat? Bahkan untuk sekedar menahan diri dan tetap setia kepada belahan jiwa kita hingga akhir hayat? Apakah keindahan syahwat laknat sesaat itu memang lebih menyenangkan dari janji Tuhan?
 
Sesungguhnya Aku telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya penciptaan,” begitu firman Tuhan yang kita dengar. Makanya, saya tidak heran jika ketika masih kecil sering menyaksikan adegan seks bebas yang tanpa malu-malu dipertontonkan oleh para pelakunya. Ayam. Kambing. Anjing. Dan bintang-binatang lain di tanah pertanian tempat saya dibesarkan. Semuanya. Tidak memiliki rasa malu untuk mengumbar nafsu syahwat dengan siapa saja. Dimana saja. Dengan cara apa saja. Pantaslah jika Tuhan melanjutkan firman-Nya ”Kemudian Aku hempaskan manusia ke tempat yang serendah-rendahnya.”  Bagaimana caranya supaya nilai kita dimata Tuhan tidak lebih rendah dari binatang? ”JANGANLAH MENDEKATI ZINA!” begitu kata Tuhan. Bagaimana caranya tidak mendekati zina? Antara lain; gunakan blackberry milikmu untuk  berkomunikasi tentang sesuatu yang di sukai Tuhan. Karena menjadikannya sebagai alat untuk mendekati perzinahan, akan menyebabkan derajatmu lebih rendah. Daripada. Binatang.
 
Dengan ini saya mendeklarasikan diri untuk insyaf. Saya bertobat. 

Catatan Kaki:
Suamimu, tidak akan pernah bisa memonitor perilakumu. Istrimu tidak akan mengetahui perbuatanmu. Tapi, adakah satu saja perbuatan buruk kita yang luput dari penglihatan Tuhan? Maka takutlah kepada Tuhan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar