Selasa, 31 Juli 2012

Mengatasi Stress Karena Pekerjaan Rutin

Sudah berapa tahun Anda memakan nasi? Haha, pertanyaan aneh. Tapi, ada yang lebih aneh; mengapa kita tidak pernah bosan dengan nasi yang sudah selama puluhan tahun kita makan setiap hari? Kita juga tidak bosan dengan air putih yang rutin kita minum. Kita tidak bosan untuk tidur, mandi, menggosok gigi, dan semua hal rutin lainnya. Pertanyaannya kemudian adalah; pernahkah Anda merasa bosan dengan pekerjaan rutin Anda? Mereka yang bekerja di bidang-bidang yang memungkinkan untuk selalu bertemu dengan orang baru, suasana baru, cara-cara baru pun tidak jarang yang diserang rasa bosan. Apa lagi mereka yang bertugas untuk menangani pekerjaan yang itu-itu saja selama bertahun-tahun. Apakah kebosanan kepada pekerjaan menjadi indikasi buruk? Tidak. Jika kita dapat mengubahnya menjadi energy untuk mengembangkan diri.
 
Sebagian besar karyawan tidak pernah berganti pekerjaan selama bertahun-tahun. Bahkan ada juga orang yang selama belasan atau puluhan tahun karirnya tidak mengalami perubahan berarti dengan jenis pekerjaannya. Orang pabrik, terus di pabrik. Orang sales sampai pensiun di sales. Orang finance, orang HRD. Hampir di semua lini. Hanya sedikit mereka yang menangani tugas bervariasi. Apakah itu keliru? Tidak. Justru dengan berfokus kepada suatu bidang tertentu maka keahlian kita bisa semakin terasah. Namun, kita perlu menyadari efek sampingnya, khususnya kebosanan yang melemahkan daya juang dan stress yang berpotensi menjadi penyakit kronis. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mengatasi stress yang ditimbulkan oleh rutinitas kerja, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 teknik Natural Intellligence berikut ini:
 
1.      Miliki ketahanan mental yang tinggi. Setiap pekerjaan menuntut sikap dan ketahanan mental yang tinggi. Tidak masalah jenis pekerjaannya apa; pasti dibutuhkan ketahanan mental yang tinggi. Jika pekerjaan itu dilakukan didalam ruangan, misalnya; butuh sikap mental yang tangguh untuk hanya berurusan dengan tembok dan perlengkapan kerja yang membisu. Jika pekerjaan itu dilakukan di luar ruangan, maka dia menuntut kesanggupan mobilitas tinggi, waspada terhadap kemungkinan insiden, tahan terhadap perubahan cuaca. Semua pekerjaan, apapun itu, berpotensi untuk menimbulkan sress. Maka, sebagai manusia dewasa; kita wajib memiliki ketahanan mental yang tinggi. Karena bagi manusia dewasa bekerja adalah sebuah kebutuhan, maka suka atau tidak, pasti kita akan berhadapan dengan tuntutan kerja yang menantang. Dan semua itu, hanya bisa kita atasi dengan ketahanan mental yang tinggi.
 
2.      Fahami karakteristik pekerjaan yang digeluti. Pemahaman terhadap konsekuensi dari karakteristik pekerjaan penting supaya sejak awal kita bisa menentukan pilihan jenis pekerjaan yang ingin kita geluti. Jangan pilih pekerjaan yang karakteristiknya tidak compatible dengan diri kita. Mengapa? Karena hal itu bisa menghindari penyesalan di kemudian hari. Coba perhatikan, betapa banyak orang yang menggerutu dengan rutinitas kerja yang harus dilakukannya? Orang pabrik menggerutu karena harus melakukan pekerjaan bersama mahluk bernama mesin padahal dia gemar bertemu banyak manusia. Orang marketing menggerutu karena harus selalu berurusan dengan pelanggan yang bawel. Orang finance menggerutu karena ada hari-dari dimana mereka harus bekerja sampai larut malam. Orang HR menggerutu karena semua masalah karyawan harus berlabuh dimejanya. Tidak aneh jika kita melihat begitu banyak orang yang stress di kantornya. Kekesalan serupa itu tidak perlu terjadi jika kita memahami karaktertistik pekerjaan yang kita pilih. Lalu kita mempersiapkan diri untuk menghadapinya, dan menemukan cara-cara produktif untuk mengantisipasinya.
 
3.      Kuasai keterampilan yang tinggi. Salah satu hal yang paling membuat kita frustrasi di tempat kerja adalah ketika kita tidak bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kinerja yang dihasilkan buruk. Atasan marah. Teman melecehkan. Pelanggan tidak puas. Walhasil, tempat kerja tidak ubahnya seperti sebuah penjara. Melakukan tugas menjadi seperti kerja paksa. Dan semakin hari, jiwanya semakin tertekan saja. Bagaimana tidak sterss jika keadaanya demikian, bukan? Sebaliknya, orang-orang yang mampu mengerjakan tugasnya dengan baik biasanya lebih senang dengan pekerjaannya. Betapa tidak? Semua pekerjaan bisa dilakukan dengan mudah. Kinerjanya baik. Atasannya senang. Temannya bersahabat. Dan pelanggannya puas. Apa lagi yang perlu dikhawatirkan? Gaji? Mereka mendapatkan kenaikan gaji lebih tinggi. Bonus? Mereka mendapatkan bonus lebih banyak. Maka, jadilah karyawan yang memiliki keterampilan kerja yang tinggi. Sebab, dengan keterampilan kerja yang tinggi itu; Anda bisa menjadi karyawan yang lebih berprestasi, dan tentunya lebih hepi.
 
4.      Ikuti proses pengembangan diri. Salah satu masalah klasik yang sering saya temukan adalah; setiap hari karyawan datang kekantor dengan tujuan hanya untuk ‘mengerjakan tugas’ saja. Lho, what’s wrong with that? Tidak ada yang salah. Hanya sayang saja. Di kantor ada begitu banyak kesempatan untuk berkembang, tetapi kita tidak benar-benar memanfaatkannya. Misalnya, banyak program pengembangan diri yang hanya sekedar dijadikan sebagai selingan. Seharusnya, itu menjadi menu pokok. Sedang ‘mengerjakan tugas’ hanya hidangan pembuka atau pencuci mulut saja. Bagaimana bisa? Bisa, jika kita mengubah niat pergi ke kantor itu menjadi; menjalani beasiswa dari kantor. Bayangkan, Anda dibayar setiap bulan. Lalu Anda jadikan setiap pekerjaan berikut beribu tantangan dan kesulitannya itu sebagai ‘practicum’, maka semakin hari Anda akan menjadi semakin pandai. Saya tidak asal bicara, karena selama bekerja saya sendiri mempraktekannya. Makanya, saya jarang mengeluh saat menghadapi tugas sulit. Saya juga jarang menolak ketika ditugasi menyelesaikan masalah-masalah rumit. Rewardnya? Ya berbading luruslah.
 
5.      Jajaki kemungkinan berganti fungsi. Apa iya kebanyakan karyawan itu bosan? Buktinya mereka betah tuh untuk kerja puluhan tahun dengan tugas yang itu-itu saja? Itu benar. Tapi bukan karena mereka betah. Melainkan karena kebanyakan orang tidak berani mengambil keputusan untuk berganti fungsi atau alih profesi. Maksudnya pindah ke perusahaan lain? Tidak berarti begitu. Proses belajar yang saya tempuh pada point #4 diatas bukan hanya dilakukan di ruang training atau dalam kubikal ruang kerja saja. Saya mendatangi departemen lain untuk berguru dan belajar berkontribusi. Ndilalah, orang lain jadi tahu kemampuan dan minat saya. Hasilnya? Dalam 12 tahun, saya menduduki berbagai jabatan atau menjalankan fungsi yang berbeda-beda. Secara kasar, hanya bidang manufacturing yang saya tidak pernah memiliki pengalaman langsung dalam keterlibatan intensif. Bidang lainnya? Hmmh, saya confidence sekali. Anda tidak harus melamar ke perusahaan lain untuk berganti fungsi dan profesi. Lihatlah sekeliling Anda, betapa banyak area yang bisa Anda jajaki. Dan itu, berarti peluang yang besar bagi Anda untuk belajar berganti fungsi. Dijamin, Anda akan selalu mendapatkan penyegaran.
 
Pekerjaan kita bukanlah perjalanan satu atau dua tahun saja. Itu bisa menghabiskan tiga perempat dari keseluruhan umur kita. Makanya, penting sekali untuk belajar bersahabat dengannya, memahaminya, lalu menetrasilir kemungkinan stress yang ditimbulkannya. Ada banyak cara untuk mengatasi stress yang ditimbulkan oleh pekerjaan rutin kita. Sesekali, mungkin Anda perlu training atau latihan dan belajar dari seseorang yang Anda nilai bisa  membantu mengatasinya. Namun yang lebih penting dari itu adalah kemampuan Anda dalam mengelola diri saat menghadapi rutinitasnya.
 
Catatan Kaki:
Sress di kantor itu adalah resiko yang dihadapi oleh semua orang bertitel karyawan. Maka belajar mengatasi stress di kantor adalah kebutuhan semua karyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar