Senin, 30 Juli 2012

Miliki Giginya Dulu, Barulah Bisa Unjuk Gigi

Seberapa penting arti ‘gigi’ bagi Anda? Secara harfiah, gigi sangat bermakna untuk menjalani hidup kita. Bayangkan seandainya kita tidak punya gigi. Bukan hanya sulit mengunyah makanan, tetapi sudah pasti ‘wajah’ kita pun tidak terlihat indah. ‘Gigi’ juga memiliki makna kiasan. Seseorang yang tidak lagi memiliki pengaruh, misalnya; sering disebut ‘tidak punya gigi’, atau bahkan diidentikkan dengan ‘macan ompong’. Sebaliknya, menunjukkan keunggulan diri sering disebut ‘unjuk gigi’. Maka beruntunglah orang-orang yang memiliki gigi, karena dengan gigi itu dia tidak hanya bisa mengunyah, tetapi bisa menunjukkan siapa dirinya yang sesungguhnya. Pertanyaannya; bagaimana caranya agar kita memiliki gigi?
 
Anak bungsu saya mendapatkan serangan demam yang tinggi. Sambil mencoba untuk tetap tenang kami memberinya obat penurun panas. Keesokan harinya, secara ajaib dia sembuh seperti sedia kala. Di pagi hari itu, dia berlari kearah saya dan berkata;”Ayah, lihat gigiku tumbuh lagi!” Katanya. Oh, rupanya panas demam yang dialaminya kemarin karena hendak tumbuh gigi. Sebuah gigi seri yang mungil lagi lucu menyembul di gusi depannya. Gigi itu menggantikan gigi susu yang telah tanggal beberapa hari sebelumnya.
 
Mari perhatikan; gigi yang kita miliki ini, tidak tumbuh begitu saja. Untuk mendapatkannya kita harus melewati fase serangan demam yang tinggi. Maka boleh jadi, untuk mendapatkan ‘gigi’ dalam arti kiasan kita harus melewati masa-masa yang tidak menyenangkan terlebih dahulu. Gigi kiasan kita mewujud dalam beragam manifestasi. Misalnya, jabatan yang tinggi. Atau pendapatan yang besar. Atau keterampilan yang handal. Untuk mendapatkan semuanya itu, kita harus berani memasuki fase demam panas-dinginnya. Oleh sebab itu, maka setiap orang yang ingin dirinya sukses harus bersedia untuk menempuh lekuk likunya perjuangan meraih kesuksesan itu. Mereka yang enggan menjalani kesulitan, tidak akan pernah bisa sampai kepada pencapaian yang bermakna dalam hidupnya. Dia hanya akan menjadi orang yang biasa-biasa saja.
 
Hal ini juga menjadi isyarat agar kita tetap tangguh dikala berada dalam situasi yang serba sulit, atau cobaan hidup yang datang silih berganti. Karena boleh jadi, saat kesulitan itu berlangsung; didalam diri kita sedang terjadi proses tumbuh kembangnya ‘gigi-gigi’ kehidupan yang akan meningkatkan kualitas pribadi kita. Dengan demikian, maka setelah berhasil melewatinya; kita bisa tampil menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari yang sebelumnya. Artinya, kita sudah pantas untuk ‘unjuk gigi’. Seandainya kita menolak melewati kesulitan dan tantangan itu, maka ‘gigi’ kita tidak bisa tumbuh. Sehingga, kita tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk unjuk gigi seperti mereka yang memiliki keberanian dan ketegaran dalam menjalani ujian hidup. Maka beranilah dalam menghadapi hidup. Karena hidup yang penuh tantangan itu sedang menumbuhkan gigimu.
 
Seminggu kemudian, anak saya kembali diserang demam lagi. Kali ini panasnya sangat tinggi. Saking tingginya, sampai-sampai dia tidak lagi bisa bergerak. Obat penurun panas hanya mampu meredakan demamnya beberapa menit saja. Biasanya, meskipun dalam keadaan sakit dia masih bisa bermain ini dan itu. Tapi kali ini, dia benar-benar dibuat tidak berdaya. Bahkan untuk sekedar berbicara pun dia sudah tidak lagi bisa. Teringat akan wabah demam berdarah yang sedang melanda di wilayah kami, maka saya sungguh-sungguh mewaspadai gejala-gejalanya. Keesokan harinya, tidak ada tanda-tanda jika panasnya mereda. Dua hari sudah keadannya menjadi semakin berat saja. Di hari ketiga, sama sekali tidak ada perbaikan.
 
Ketika hasil laboratorium tidak menunjukkan adanya kelainan khusus, maka pasti ada penyebab lain hingga sakitnya sedemikian beratnya. Namun kami tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu sambil terus waspada. Dalam penantian selama 3 hari itu, anak saya terus mengigau dan gelisah. Saat badannya di pegangpun dia merasakan sakit yang tidak tertahankan. Ajaibnya, di hari ke-4, anak saya bisa bangun pagi dengan segar bugar seolah tidak mengalami sakit sebelumnya. Saya benar-benar penasaran. Maka saya mencoba memeriksa gusinya. Tidak ada gigi seri yang tumbuh seperti sebelumnya. Lalu saya memeriksa lebih dalam, ternyata; diujung lorong mulut anak saya ada benjolan besar berwana merah. Di tengah benjolah itu menyembul sebuah titik putih yang keras. Gigi graham. Sekarang saya mengerti apa yang terjadi.
 
Ternyata sumber penderitaannya selama 4 hari itu adalah proses tumbuh gigi graham.  Menyimak kejadian itu, saya tiba-tiba tersadarkan bahwa proses tumbuh gigi graham lebih menyakitkan daripada gigi seri. Semua gigi seri yang kita miliki berfungsi untuk menggigit dan meningkatkan estetika. Sedangkan graham adalah gigi yang yang memiliki kekuatan yang paling besar diantara semuanya. Dia tidak terlihat dari luar, namun perannnya untuk hidup kita teramat sangat besar. Tanpa graham, fungsi mengunyah kita terganggu. Tentu kita akan sakit saat menelan, dan proses pencernaan tidak bisa berjalan secara efektif.
 
Rupanya melalui anak saya, Tuhan ingin menegaskan bahwa untuk mampu membangun kekuatan terbesar didalam diri saya; maka saya harus bersedia membayar dengan harga yang lebih besar. Untuk bisa menjadi pribadi yang benar-benar tangguh maka saya harus rela menjalani gemblengan, tantangan, cobaan dan ujian yang semakin berat.  Oleh sebab itu, mulai saat itu; saya belajar untuk bergembira saat menghadapi situasi yang menyakitkan. Karena saya percaya, dibalik rasa sakit yang saya alami, tersembunyi sebuah jalan untuk meningkatkan kekuatan dan daya diri saya. Dari peristiwa itu, saya belajar untuk menjauhi cengeng dan mendekati sifat tegar. Dengan begitu, saya berharap suatu saat nanti saya bisa memiliki gigi-gigi yang kokoh, sehingga saya akan sampai kepada saat dimana saya; sudah boleh untuk ‘unjuk gigi’. 

Catatan Kaki:
Sakit dan perih ini, tidak lebih dari sekedar sebuah tanjakan untuk mendaki dari kualitas diri saat ini, menuju ke tingkatan kualitas pribadi yang lebih tinggi
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar