Minggu, 22 Juli 2012

Natin Peduli Pada Kinerja Orang lain

Jengkel. Tahu, nggak!
Kalau ada orang yang nggak menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya. Orang lain pada sibuk nyelesain pekerjaannya. Eh, dia itu seenak perutnya aja. Nggak peduli kalau kerjaannya bener atau nggak. Akurat atau sekedar asal jadi. Deadlinenya dipenuhi atau dilewatin aja.
 
Sebenarnya orang-orang di kubikal sama sekali nggak bermaksud untuk ikut campur pada urusan orang lain sih. Boro-boro mikiran urusan orang, kan. Mikirin urusan sendiri aja juga sudah menyita waktu dan tenaga yang banyak.
 
Masalahnya. Semua pekerjaan kita kan saling terkait satu sama lain. Makanya. Kalau satu orang aja nggak bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dan tepat waktu dong pastinya. Pasti semuanya menjadi terganggu.
 
Semua orang pada nggak peduli dengan urusan orang lain, kan jadinya repot sekali. Lebih repot lagi kalau kejadian itu melibatkan orang dari departemen yang berbeda. Sering banget deh berantemnya. Gara-gara masing-masing sibuk membela egonya sendiri. Kerepotan itu bertambah berkali-kali lipat kalau yang nggak kompak itu justru adalah kepala departemennya. Sesama pemimpinnya nggak akur. Malah menyisakan penderitaan yang berkepanjangan diantara para anak buahnya.
 
Di kubikal. Memang keadaan sudah jauh lebih baik dibanding sebelum-sebelumnya. Setidaknya. Banyak banget yang berubah sejak Natin datang. Tapi. Baru kerasa banget di level staff yang pada bertengger di kubikal. Sedangkan di level boss-boss yang sudah pada punya ruangannya sendiri. Masih belum banyak perubahan. Ada sih perubahan. Tapi. Kelihatannya lambat banget.
 
Malah sempat tersiar kabar kalau ada senior manager yang mendatangi Natin. Lalu memarahinya. Hanya gara-gara Natin punya kebiasaan aneh lewat whiteboardnya itu. Si Bapak itu sampai mengucapkan kata-kata yang menyakitkan. “Tidak bermutu!” katanya. “Kamu kerjakan saja tugas kamu sebagai office boy. Tidak usah aneh-aneh seperti itu!”
 
Kejadian itu memang sudah agak lama sih. Tapi waktu itu Natinnya nggak terlalu menanggapi serius. Soalnya Natin percaya kalau apa yang dilakukannya justru bisa memberikan nilai tambah buat semua orang. Minimal bagi para penghuni kubikal. Apalagi setelah Natin dipanggil Pak Presiden Direktur. Setidaknya. Nggak ada lagi yang berani secara langsung menunjukkan ketidaksukaannya pada Natin. Baru tahu mereka. Kalau Natin itu bukan sembarang office boy.
 
Kalau buat orang kubikal. Natin sudah menjadi mentor mereka, meskipun tidak secara langsung. Namanya orang kerja. Pasti adalah penat-penatnya. Kesal. Jengkel. Malah sampai frustrasi segala.  Para Boss nggak selalu jeli memperhatikan soal itu. Buat mereka. Semuanya sepertinya tampak baik-baik aja. Lagian. Kalau kita ngomong sama boss juga belum tentu mereka punya waktu untuk menyelesaikannya. Maklum. Boss kan punya kesibukan yang banyak.
 
Soal kerjaan ini nggak selamanya enak kok. Kalau kerjaan lagi banyak. Atau tekanan dari atasan lagi berat. Oh…, rasanya pengen langsung berhenti aja. Orang-orang di kubikal butuh orang yang konsisten menyemangati mereka. Mengharapkan atasan melakukan itu? Kayaknya nggak banget deh. Makanya. Kehadiran Natin itu seolah bisa mengisi kekosongan. Yang selama ini sering tidak terperhatikan.
 
“Cepetan dong, Ti,” begitu teriak Fiancy. “Kalau komputer gue belum elo kerjain juga gimana gue mau kerja!” katanya. Dia kesal sekali karena komputernya yang tiba-tiba nge-hang belum juga selesai dibetulin oleh Aiti. Boro-boro dibetulin. Disentuh pake obeng aja belum.
 
Bukannya menjawab. Aiti malah nggak memperdulikannya sama sekali. Dia sengaja memasang gaya nggak mendengar apapun yang dikatakannya. ‘EGP!’ mungkin begitu dia bicara didalam hati.
 
Selagi Fiancy mau melontarkan hardikan berikutnya kepada Aiti, telepon mejanya keburu berbunyi. Untuk sesaat dia menahan kekesalan di hati. Sambil menjejakan kakinya di lantai sekali. Hanya terdengar bunyi ‘Hiiih!!’ saja dari mulutnya yang seksi.
 
“Haloh…!” Fiancy menyapa penelepon itu dengan setengah jengah.
“Fi, klaim-klaim Pak Mergy yang up country itu udah diproses sampai mana? Kok belum juga ada yang ditransfer?” Sekris langsung nyerocos dari seberang telepon.
 
“Komputer gue rusak, Kris. Belum bisa gue proses!” Jawab Fiancy dengan ketus.
“Ya benerin dong, Fi.. elo kan nggak bisa diemin terus. Kalau klaiman itu nggak cepetan diproses kan bisa mengganggu cash flow operasional…”
“Elo jangan ngajarin gue deh, Kris. Gue ngerti soal itu.” Balas Fiancy.
“Ya kalau elo ngerti kenapa nggak elo cepetan proses?” timpal Sekris.
 
“Hellllloooow….?! Coba denger baik-baik ya Kris. Komputer gue rusak. Gue nggak bisa ngerjain. Ngerti nggak sih elo!”  Fiancy nggak kalah sengitnya. Kali ini sengaja suaranya dia kerasin biar kedengeran sama Aiti. Telepon juga dipasang speakernya. Sampai-sampai seisi kubikal pada mendenger perdebatan itu dengan jelas.
 
Aiti yang sedari tadi disindir-sindir masih cuek aja. Dia terus aja sibuk mengerjakan entah apa di mejanya. Dia benar-benar menikmati ketidak peduliannya.
 
Opri. Juga Jeanice. Dan teman-teman di kubikal lainnya mulai terganggu oleh teriakan mereka. Tapi mereka berusaha untuk tidak ikut campur dalam persetruan itu.
 
“Jangan sembarangan nyalahin gue ya!” bentak Fiancy.
“Gue nggak nyalahin elo Fi,” jawab Sekris. “Tapi kan emang tugas elo untuk ngeberesin soal keuangan!” Katanya lagi.
 
“Heh, elo pade ya ngomong lewat telepon tapi pada teriak-teriak kayak gitu,” akhirnya jebol juga kesabaran Opri. Konsentrasinya terganggu karena keributan itu. “Elo sekalian aja nggak usah pake telepon. Teriak aja sana, dari kubikal elo!” tambahnya.
 
Maksud Opri sebenarnya cuman ingin mengingatkan Sekris dan Fiancy kalau cara mereka berkomunikasi itu nggak betul. Tapi. Kedua temannya itu keliru memahami maksudnya. Maklum sedang sama-sama emosi. Fiancy berpikir; ‘bener juga ya si Opri’. Sedangkan Sekris merasa kalau ide Opri itu cemerlang sekali.
 
Keduanya sekarang sudah menutup teleponnya masing-masing. Lalu berdiri di kubikalnya. Saling menatap satu sama lain. Lalu saling meneriaki, hingga suasana di kubikal semakin tidak terkendali.
 
Semuanya kacau. Kecuali Aiti yang dari tadi tetep aja cuek bebek.
“Elo sih Pri, pake nyuruh yang aneh-aneh segala….” Jeanice yang sudah semakin terganggu menoleh kearah Opri.
 
Oh…, masalahnya ada di Opri.
 
“Nah. Elo lagi,” balas Opri. Matanya melotot tajam sekali. “Jangan coba-coba nyalahin gue ya!” katanya.
 
“Gue bukannya nyalahin elo Pri.” Jawab Jeanice. “Tapi gara-gara elo tuch mereka jadi teriak-teriak kayak gitu.”
“Heh, denger ya Jean. Gue nggak pernah nyuruh mereka teriak gitu!” Opri jadi ikutan emosi. “Kelakuan elo tuch yang bikin orang lain jadi ikutan emosi!”
 
Oh…, masalahnya ada di Jeanice.
 
“Tadi, gue denger sendiri elo bilang gitu!” timpal Jeanice.
Opri yang nggak mau terima disalahin begitu langsung berdiri. Lalu menghapiri kubikal Jeanice. Nggak bisa dihindari lagi. Sekarang mereka berdua pun jadi beradu mulut. Nggak kalah serunya sama Fiancy dan Sekris.
 
“Ini orang-orang udah pada kerasukan apa, ya?” Mbak Aster beteriak. “Gue jadi nggak bisa konsentrasi gara-gara elu ribut melulu, tauk!”
 
“Udahlah Aster, elo nggak usah ikutan nimbrung. Ntra jadi tambah runyam…” Mrs. X mengingatkan Mbak Aster.
 
“Elu tuch ya, sama saja!” kata Mbak Aster. “Masak sih elo mau biarin mereka ribut sendiri. Jangan egois begitu dong, X!” cerocosan Mbak Aster malah membuat Mrs. X jadi kesal juga. Mereka pun terjerat dalam pertaruangannya sendiri.
 
“Komputer gue rusak! Ngerti nggak sih!?” teriak Fiancy.
“Ya elu kan tinggal ngomong sama Aiti dong, Fi!” balas Sekris,.
“Jangan elo kira gue nggak ngerti mesti ngapain, ya. Elo liat tuch di mejanya si Aiti komputer gue nggak diapa-apain udah dua hari.”
 
Oh…, masalahnya ada di Aiti.
 
Aiti yang sedari tadi nggak peduli akhirnya berdiri. Meletakkan kedua tangannya di pembatas kubikal. Lalu menyimpan dagunya diatas kedua tangannya yang bersilang itu. “Terserah elo deh. Mau ngomong apa….” Dengan santainya dia bilang begitu. Lalu duduk lagi di kursinya.
 
Karuan aja emosi Fiancy makin tersulut. “Jadi maunya elu apa?” teriaknya. Hampir aja dia melemparkan kotak tissue ke kubikalnya Aiti.
 
“Maunya gue sih sederhana aja Fi,” jawab Aiti masih dengan gayanya yang sok santai gitu. “Elo kalau ada invoice dari vendor spare part ya diselesaikan segera dong. Jangan ditunda-tunda melulu. Kalau mereka sudah ngambek. Kan elo ngerasian juga. Komputer elo belum bisa gue apa-apain…… Nggak ada spare part? Mau gimana lagi? Salah elo sendiri suka telat bayar vendor.”
 
“Nah, Pak Mergy juga marahin gue gara-gara SPJ bulan lalu belum keluar juga padahal besok dia sudah harus keluar kota lagi.” Sekris seperti mendapat angin buat mojokin Fiancy.
 
Oh. Masalahnya ada di Fiancy.
“Heh! Elo jangan kira gue nggak kerja ya. Gue juga banyak kerjaan, tauk! Elo seenaknya aja pake memo ‘urgent-urgent’ melulu. Emangnya cuman boss elu doang yang masukin klaim-klaiman.!”
 
Oh, masalahnya ada di Sekris.
“Ya gue tulisin urgent dong Fi kalau emang urgent!” Balas Sekris. “Kan SOP-nya jelas kalau klaim SPJ mesti cair dalam dua minggu. Ini udah hampir sebulan belum elo selesaikan juga!”
 
“KOMPUTER GUE RUSAAAAK. NGERTI GAK SIIIH!” teriak Fiancy. “TANYA SI AITI TUH!” katanya.
 
“VENDOR GUE NGGAK MAU KIRIM SPAREPART SEBELUM INOVOICENYA CAIR!!!!!” Aiti membalas tidak kalah sengitnya. “ELO NGERTI NGGAK SIH?!”
 
Akhirnya kantor itu ribut nggak karu-karuan. Semua orang sekarang saling menyalahkan orang lain.
 
Selagi keributan itu memuncak. Speaker di kubikal yang tadi muterin lagu-lagu klasik sekarang memutar lagu aneh yang nggak pernah mereka dengar sebelumnya. Musik pengiring pertandingan pencak silat!
 
Dung,
Ding dang. Dang. Dang ding dung. Ding dang. Dang ding dung…..Blang dung. Blang dung. Dung.  Ding dang. Dang. Dang ding dung. Ding dang. Dang ding dung…..
 
Bunyi gendang tradisional terdengar di seantero kubikal. Suaranya yang aneh itu berhasil menarik perhatian semua orang. Membuat mereka berhenti saling berteriak.
 
“Mohon perhatian,” suara announcer terdengar disela-sela dangdingdung bunyi kendang yang volumenya agak dikecilkan.
 
“Musik yang Anda dengarkan ini adalah musik yang biasa digunakan untuk mengiringi domba-domba Garut yang sedang bertarung…..”
 
Semua orang di kubikal merasa seperti sedang disindir. Seolah mereka semua yang pada berantem sesama teman itu seperti telah bertransformasi menjadi domba-domba yang mudah sekali diadu. Bukan diadu oleh orang lain. Tapi oleh keadaan yang tidak bisa mereka selesaikan.
 
Setiap orang saling menunjuk hidung orang lain. Menyalahkan mereka. Sambil menyelamatkan mukanya masing-masing.
 
Mungkin Aiti memang salah, karena tidak segera menyelesaikan perbaikan komputer Fiancy. Sehingga Fiancy tidak bisa menyelesaikan proses pembayaran klaim dari vendornya. Mungkin Fiancy juga salah karena Aiti tidak bisa memesan sparepart lagi sebelum invoice sebelumnya dicairkan. Muter-muter bikin pusing, kan?
 
Begitu pula dengan Sekris. Mungkin memang dia juga salah karena terlalu sering menggunakan memo ‘Urgent’ sehingga membuat Aiti jadi kalang kabut. Karena dia harus mendahulukan memo urgent itu. Maka klaim yang lainnya tidak bisa diproses sesuai urutan waktu masuknya. Prinsip first in, first out jadi terganggu.
 
Mungkin Opri juga salah. Karena kalau berbicara sering vulgar dan terlalu blak-blakan. Sehingga orang lain gampang terpancing emosinya. Mungkin Jeanice juga salah karena terlalu mudah tersinggung oleh sifat lugasnya Opri.
 
Yaaah…. Kalau begitu. Ternyata semua orang salah dong….
 
“Sekalipun demikian…” begitu announcer melanjutkan melalui speaker. “Musik ini sangat cocok untuk mengiringi games tentang kesaling terhubungan semua bagian, seperti yang baru saja kita jalankan.” Lanjutnya. “Kami mengucapkan terimakasih. Atas partisipasi rekan-rekan semua dalam acara ini.”
 
Semua orang di kubikal bangkit dari kursinya masing-masing. Lalu mereka bertepuk tangan dengan meriah. Beberapa orang melakukan high five. Atau menepuk bahu temannya. Sambil mengucapkan;”Keren banget!”
 
“Seru! Seru!” kata yang lainnya.
“Lagi dong!” timpal yang lainnya lagi.
 
Semuanya terlihat begitu senang dengan role play yang baru saja mereka mainkan. Sekarang mereka bisa memahami sepenuhnya. Maksud dari menu hari ini yang Natin sajikan.
 
BELAJARLAH PEDULI PADA KINERJA ORANG LAIN
KARENA SEMUA PEKERJAAN SALING TERKAIT SATU SAMA LAIN
 
Tadi pagi mereka masih rada bingung dengan pesan Natin itu. Perasaan. Yang paling penting kan kita ngerjain pekerjaan kita sendiri. Nggak usah peduli dengan kerjaan orang lain. Yang penting pekerjaan kita sudah selesai. Jam 5 sore bisa langsung cabut. Kalau ada pekerjaan teman yang belum selesai. Itu kan urusan dia dong. Ngapain pusing-pusing?
 
Namun setelah mereka melakukan role play yang seru dan emosional itu. Mereka menyadari bahwa keberadaan kita di kantor itu sama sekali tidak saling terpisah. Kita ini seperti satu tubuh yang saling menyatu. Saling menyokong. Saling mendukung. Karena persis seperti yang dikatakan oleh Natin. Semua pekerjaan itu saling terkait satu sama lain.
 
Lewat pesat singkatnya itu. Natin mengingatkan tentang dua hal penting dalam bekerja. Pertama, kita semuanya mesti benar-benar menyelesaikan pekerjaan yang menjadi bagian tanggungjawab kita. Soalnya. Pekerjaan kita ini mempengaruhi pekerjaan orang lain. Kalau kita kerja asal-asalan. Itu bisa menyusahkan orang lain. Kerja bener, tapi lelet dan tidak tepat waktu juga bisa menimbulkan kekacauan ditempat lain. Makanya. Kata Natin. Pastikan pekerjaanmu itu diselesaikan dengan baik sesuai jadwalnya. Jangan ditunda-tunda.
 
Hal kedua yang Natin ingatkan adalah; gimana caranya supaya kita punya kepedulian kepada orang lain. Nggak cuman mementingkan ego sendiri. Fiancy yang mewakili orang Finance. Jangan suka menunda-nunda realisasi klaim ekspensis, SPJ, maupun invoice yang masuk. Usahakan secepat mungkin dicairkan.
 
Aiti yang mewakili orang-orang IT dan engineering. Mesti lebih peduli pada urgensi. Kalau perlu. Jam dua pagi pun mereka mesti siap untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di kantor. Karena bisnis. Tidak bisa ditunda. Dan pelanggan, tidak bisa menunggu terlalu lama.
 
Sekris, yang dekat dengan para pejabat. Mesti juga pandai-pandai menempatkan tuntutan para boss dengan bijaksana. Kalau memang urgent. Boleh bikin memo urgent. Tapi kalau nggak terlalu urgent, ya jangan pake memo urgent dong. Supaya semua orang di departemen lain bisa menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan urutannya kepentingannya masing-masing. Tanpa harus dilompati oleh permintaan khusus orang-orang tertentu.
 
“Ini suara musik apa sih?” celetuk seseorang.
“Ini namanya kendang, Pa…” jawab Opri. “Musik pengiring pencak silat,” tambahnya.
“Waah… salah, kamu…” begitu balas orang itu. “Ini musik pengiring acara adu domba….” Katanya. Sambil ngeloyor menuju ke ruang kerjanya.
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas….. sotoy banget orang itu.
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa setiap pekerjaan kita itu terkait erat satu sama lain. Mungkin kita bekerja di departemen yang berbeda. Tapi. Kita ini seperti satu tubuh yang terikat dalam satu system yang sama. Jika gigi kita sakit. Maka meriangnya terasa di sekujur tubuh. Kalau tangan kita tertusuk duri. Nyut-nyutannya menyebar kemana-mana. Tapi. Jika setiap sel di seluruh tubuh kita sehat. Maka sekujur tubuh kita juga akan sehat. Dan kita akan merasa nyaman menjalani hari-hari kita.
 
Jadi, jika ingin nyaman saat menjalani kehidupan kerja kita. Maka kita. Harus memastikan diri kita sendiri bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan kita mesti belajar peduli. Kepada kinerja orang lain. Supaya kita. Bisa sama-sama memastikan kalau semua pekerjaan itu diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Cobain deh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar